Site icon Pahami

Berita Negara Ini Lakukan 3 Kali Redenominasi, Ekonomi Makin ‘Babak Belur’

Berita Negara Ini Lakukan 3 Kali Redenominasi, Ekonomi Makin ‘Babak Belur’


Jakarta, Pahami.id

Masalah Redenominasi sedang dibicarakan di Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mematangkan rencana penyederhanaan atau kebangkitan mata uang Rupiah pada tahun 2027. Kemudian, Rp. 1.000 akan menjadi Rp. 1.


Kebijakan redenominasi pada dasarnya adalah menyederhanakan angka nominal mata uang tanpa mengurangi nilai riilnya.

Disebutkan dari situs Mahkamah Konstitusi RI, kebijakan redenominasi mata uang Rupiah pada dasarnya merupakan kebijakan dasar yang mempunyai konsekuensi luas terhadap sistem moneter, transaksi keuangan, dan psikologi perekonomian masyarakat.

Kasus Zimbabwe

Kebijakan redenominasi telah diterapkan di beberapa negara seperti Turki, Brazil, Afghanistan dan Zimbabwe. Ada yang berhasil, namun ada pula yang gagal, seperti Zimbabwe.

Negara Afrika ini menerapkan kebijakan redenominasi sebanyak tiga kali, yakni pada tahun 2006, 2008, dan 2009.

Meski sudah tiga kali melakukan redenominasi, namun keuangan negara belum juga membaik. Perekonomian Zimbabwe lebih ‘terpukul’.

Pada tahun 2006, nilai mata uang Zimbabwe dikurangi tiga digit. Jadi, ZWN1.000 berubah menjadi ZWN1.

Namun karena terlalu banyak uang yang beredar, inflasi akhirnya tidak terkendali dan upaya redenominasi gagal. Faktanya, pada tahun 2007, inflasi Zimbabwe mencapai 1000%.

Kemudian pada tahun 2008 kebijakan yang sama kembali dilakukan dengan mengubah kode mata uang dari ZWN menjadi ZWR.

Dalam redenominasi ini, Zimbabwe tidak hanya mengurangi 3 digit angka nol, namun mengubah ZWN10.000.000.000 menjadi ZWR1.

Terakhir, pada tahun 2009, mata uang Zimbabwe kembali mengalami redenominasi dan perubahan kode dari ZWR menjadi ZWL.

Kali ini, pemerintah mengurangi 12 angka nol, sehingga ZWR1.000.000.000.000 sama dengan ZWL1. Saat ini, harga tiga butir telur harusnya bisa ditukar ratusan juta. Artinya, nilai mata uang tersebut sudah tidak bernilai lagi.

Apa penyebabnya?

Situs Financial Times menulis bahwa pada tahun 2009, presiden Zimbabwe terpaksa meninggalkan mata uangnya, yang meroket akibat hiperinflasi, dan mengadopsi dolar sebagai alat tukar utamanya.

Akibatnya, dolarisasi yang dipaksakan membuat perekonomian semakin terpuruk. Jumlah uang beredar menjadi sepenuhnya bergantung pada masuknya dolar, yang pada dasarnya menghilangkan kendali pihak berwenang atas kebijakan moneter.

Hal ini diikuti dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap dolar Zimbabwe dan mereka menjadi terbiasa menggunakan mata uang asing. Ada banyak mata uang asing yang digunakan pada saat itu.

Ada yang berpendapat bahwa Zimbabwe mengambil kebijakan redenominasi ketika inflasi melonjak sehingga membuat perekonomian negara tersebut semakin terpukul.

(IMF/BAC)


Exit mobile version