Pengunduran diri Perdana Menteri Bulgaria Rosen Zhelyazkov pada Kamis (11/12) setelah berminggu-minggu gelombang protes generasi Z (Gen Z), kembali membuka wajah negara ini di Eropa Timur.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan “Bulgaria Muda Tanpa Mafia”. Komisi Eropa menyebut negara bekas komunis ini sebagai negara paling korup di Eropa. Korupsi merajalela di sana, terutama dalam tender pembangunan infrastruktur.
Komisi Eropa menyebutkan 25 persen proyek pemerintah untuk pembangunan jalan dan gedung diduga terkait dengan praktik korupsi dan manipulasi.
Situs politico.eu menulis bahwa seorang menteri pertanian dan wakil menteri perekonomian mengundurkan diri tahun lalu (2024) karena skandal terkait penggunaan dana Uni Eropa untuk pengerjaan vila-vila swasta.
“Para petani mengatakan bahwa lahan pertanian yang menerima jutaan dana UE tidak ada. Tender infrastruktur seperti jalan tol dibagi menjadi lahan-lahan kecil sehingga sebanyak mungkin kroni dapat menerima bagian dana UE yang sangat besar.
“Pekerjaan umum seringkali dilakukan secara asal-asalan sehingga selalu dibutuhkan kontrak dan dana baru,” aku mantan menteri tersebut.
Maka tak heran jika demonstrasi yang dilakukan anak muda kerap terjadi di sana. Pada tahun 2020 misalnya, juga terjadi demonstrasi besar-besaran yang berlangsung hingga berminggu-minggu. Tuntutannya sama: memberantas korupsi.
Bersambung di halaman berikutnya…
“Demonstrasi tersebut terjadi karena banyak warga Bulgaria yang marah karena prospek mereka dan anak-anak mereka dihalangi di negara termiskin di Uni Eropa, di mana elit mafia bertindak di atas hukum dan memiliki kendali penuh atas perekonomian,” tulis situs tersebut.
Menurut survei tersebut, 80 persen warga Bulgaria memandang korupsi sudah meluas, sementara lebih dari 70 persen umumnya mendukung protes tersebut.
Namun, korupsi yang meluas di Bulgaria terjadi karena kolusi antara pemimpin politik, penegak hukum, dan pengusaha.
Para pemimpin pemerintahan, parlemen, dan partai politik saat ini memiliki sejarah dan hubungan dekat dengan badan intelijen era komunis yang mengisi kekosongan kekuasaan di tengah perang darat berdarah pada tahun 1990an.
Mereka membajak industri-industri berharga negara dan menyelundupkan senjata dan narkotika.
Menurut politico.eu, tokoh utamanya adalah seorang pegulat dan mantan agen keamanan nasional, Iliya Pavlov, yang menjalankan konglomerat bernama Multigrup. Ia ditembak mati oleh penembak jitu pada tahun 2003, namun pengaruhnya dan masyarakatnya masih kuat hingga saat ini dan masih memiliki pengaruh yang besar.
Mantan PM Bulgaria (2009-2013) Boyko Borisov misalnya. Dia adalah seorang politikus yang memimpin Partai GERB (Warga Negara untuk Pembangunan Eropa Bulgaria). Di masa mudanya, ia dikenal sebagai preman, juara karate, dan pengawal mantan diktator Komunis Todor Zhivkov.
Para pengunjuk rasa pada tahun 2020 menuduhnya sebagai pendukung utama mafia di negara tersebut.
Ada pula sosok Delyan Peevski, politisi terkemuka yang mengetuai Gerakan Kemerdekaan (DPS), partai politik yang menempati posisi kedua dalam pemilihan parlemen dengan meraih 47 dari 240 kursi.
Tak ada yang tahu di mana dia tinggal, pria berusia 45 tahun itu lebih memilih datang ke gedung parlemen dengan iring-iringan SUV lapis baja berwarna hitam, ditemani puluhan pengawal.
Selain sebagai pemimpin politik, Peevski juga dikenal sebagai taipan media dan dekat dengan beberapa pejabat tinggi serta pengusaha.
Pada tahun 2018, Reporters Without Borders yang berbasis di Paris mengatakan bahwa Peevski meliput “korupsi dan kolusi antara media, politisi, dan oligarki,” sebuah tuduhan yang dibantah oleh Peevski, dengan mengatakan bahwa lawan politik dalam negerinya menekan kelompok hak asasi manusia internasional untuk memasukkan dia ke dalam laporan mereka.
Korupsi di Bulgaria meluas ke aparat penegak hukum. Pada tahun 2023, Jaksa Bulgaria Ivan Gashev dipecat oleh Presiden Bulgaria Rumen Radev 2023. Alasannya, Geshev gagal memberantas korupsi dan Jaksa Agung sendiri dituduh terlibat pemerasan.
Sebelum pemecatan terjadi, Geshev sempat bentrok dengan wakilnya yang juga Kepala Departemen Investigasi, Sarafov.
Sarafov telah mengajukan pengaduan resmi terhadap Geshev ke Kantor Kejaksaan Sofia, menuntut penyelidikan segera atas serangkaian kejahatan yang diduga dilakukan oleh kepala jaksa. Ia juga menuntut Wakil Kepala Departemen Investigasi Yasen Todorov dipecat di hadapan Dewan Kehakiman Tertinggi (SJC).
Sebelumnya, pada 12 Mei 2023, enam anggota dari 11 anggota Dewan Kejaksaan SJC menuntut pemakzulan Geshev, dengan alasan “pelanggaran serius atau kegagalan sistematis dalam melaksanakan tugas resmi, serta tindakan yang merendahkan martabat peradilan” (Pasal 129(3), Konstitusi Bulgaria).
Namun Geshev tak mau disalahkan sendirian, sebelum pemecatannya ia sesumbar sudah waktunya “membersihkan sampah politik di parlemen”, yang secara tidak langsung melibatkan mantan Perdana Menteri Boyko Borissov.
Dalam Sidang Pleno Mahkamah Agung Bulgaria pada 18 Mei 2023, Geshev menyatakan jika proses hukum terhadapnya dibuka, ia akan membeberkan informasi yang akan membuat beberapa anggota Mahkamah Agung Bulgaria “malu”.
Media Bulgaria menyebut ancaman buka mulut itu terkait informasi kekayaan hakim Mahkamah Agung Bulgaria yang tidak semestinya.

