Site icon Pahami

Berita Negara Arab Disebut Lobi AS Cegah Israel Serang Kilang Minyak Iran


Jakarta, Pahami.id

Negara-negara Arab dikatakan melakukan lobi Amerika Serikat untuk mencegah Israel menyerang fasilitas minyak Iran.

Tiga sumber di Teluk Arab mengatakan Reuters bahwa negara-negara Arab mendesak AS untuk mencegah Israel menyerang instalasi minyak Iran sebagai pembalasan.


Pada tanggal 1 Oktober, Iran meluncurkan sekitar 200 rudal balistik dan hipersonik ke Israel sebagai pembalasan atas pembantaian Negara Zionis di Palestina dan Lebanon, serta kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.

Israel juga berjanji akan membalas Iran, dan salah satu pejabat membocorkan bahwa militer mungkin menargetkan fasilitas minyak Teheran.

“Kita akan berada di tengah perang rudal. Ada kekhawatiran serius, terutama jika serangan Israel menargetkan instalasi minyak Iran,” kata salah satu sumber di Teluk. Reuters.

Menurut ketiga sumber tersebut, negara-negara Teluk Arab khawatir fasilitas minyak mereka akan diserang jika konflik antara Israel dan Iran meningkat.

Pasalnya, Iran telah memperingatkan negara-negara Teluk Arab yakni Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Bahrain, Oman, Qatar, dan Kuwait bahwa Teheran tidak akan tinggal diam jika ada serangan yang melewati Iran melalui negara tersebut.

Peringatan tersebut mengindikasikan bahwa Iran akan memberikan lampu hijau kepada proksinya di Timur Tengah untuk menyerang fasilitas minyak di negara-negara Teluk jika Israel melancarkan serangan melalui wilayah udara AS atau pangkalan militer di negara-negara tersebut.

Keenam negara Teluk itu sendiri merupakan produsen minyak di Timur Tengah, yang kesemuanya menampung fasilitas dan pasukan AS. Mereka juga merupakan anggota Dewan Kerja Sama Teluk Arab (GCC).

Arab Saudi, UEA, dan Qatar sejauh ini telah menegaskan bahwa mereka tidak akan membiarkan Israel menggunakan wilayah udara mereka untuk menyerang Iran, menurut ketiga sumber tersebut.

Iran telah menyatakan: ‘Jika negara-negara Teluk membuka wilayah udaranya untuk Israel, itu akan menjadi tindakan perang’. [Arab Saudi] tidak akan mengizinkan siapa pun menggunakan wilayah udara mereka,” kata seorang pengamat Saudi yang dekat dengan pemerintah Saudi, Ali Shihabi.

Shihabi mengatakan Teheran telah mengirimkan pesan kuat ke Riyadh bahwa sekutunya di negara-negara seperti Irak atau Yaman kemungkinan besar akan menyerang jika mereka mendeteksi adanya dukungan dari negara-negara Arab untuk Israel.

Ancaman serangan Israel pun disebut-sebut menjadi fokus pembahasan pada pertemuan Rabu (9/10) antara Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS) dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi.

Menurut sumber-sumber Teluk yang dekat dengan kalangan pemerintah, kunjungan Araqchi, bersamaan dengan komunikasi berkelanjutan antara Saudi dan AS di tingkat kementerian pertahanan, adalah bagian dari upaya untuk menyelesaikan krisis tersebut.

Seseorang di Washington yang mengetahui pembicaraan tersebut membenarkan bahwa para pejabat Teluk telah menghubungi AS untuk membahas masalah tersebut.

Saudi dan UEA khawatir

Arab Saudi telah mewaspadai serangan Iran terhadap fasilitas minyaknya sejak serangan terhadap Aramco pada tahun 2019. Serangan saat itu berhasil mematikan lebih dari lima persen pasokan minyak global. Iran mengatakan pihaknya tidak terlibat dalam serangan itu.

Pasca serangan tersebut, tepatnya pada tahun 2023, Riyadh berdamai dengan Iran dan berusaha menjalin hubungan baik setelah tujuh tahun bermusuhan. Meski begitu, ketakutan akan konflik dengan Teheran masih menghantui Riyadh.

UEA juga mempunyai kekhawatiran yang sama. Pada tahun 2022, Houthi Yaman, proksi Iran, menembakkan rudal dan drone ke truk pengisian bahan bakar di dekat kilang minyak milik perusahaan minyak negara UEA, ADNOC.

Pejabat UEA dikabarkan sedang melakukan diskusi intensif dengan AS terkait ancaman ini.

Selain itu, tiga sumber Teluk juga mengatakan kepada Reuters bahwa serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran akan berdampak global, terutama bagi Tiongkok sebagai pelanggan minyak utama Iran dan Amerika Serikat.

“Jika harga minyak melonjak hingga $120 (sekitar Rp 1,8 juta) per barel, maka akan mempengaruhi perekonomian dan peluang AS. [Kamala] Harris dalam pemilihan presiden,” kata salah satu sumber di Teluk.

Sejauh ini Israel dikabarkan belum mengambil keputusan terkait bentuk serangan balik yang akan dilancarkan terhadap Iran.

(blq/fra)



Exit mobile version