Site icon Pahami

Berita Lika-liku Usul Kepala Daerah Dipilih DPRD Usai Disinggung Prabowo

Berita Lika-liku Usul Kepala Daerah Dipilih DPRD Usai Disinggung Prabowo


Jakarta, Pahami.id

Wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD Hal itu kembali muncul setelah Presiden RI menyinggung persoalan ini Prabu Subianto Pada acara puncak HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul tahun 2024. Dia menilai, seperti yang diterapkan di negara lain, sistem tersebut dinilai lebih efisien dan tidak memakan banyak biaya.

Saya lihat negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, kalau memilih anggota DPRD, kalau memilih, baru DPRD memilih Gubernur dan Bupati, kata Prabowo dalam pidatonya.

Prabowo mengatakan, hal ini turut memberikan tekanan pada anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menyelenggarakan pilkada. Ia juga menyatakan, uang anggaran Pilkada bisa digunakan untuk hal lain yang lebih penting bagi masyarakat.


Setahun kemudian, di HUT Golkar ke-61, Prabowo kembali memikirkan wacana tersebut. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap tingginya biaya politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu langsung. Prabowo kemudian menegaskan, praktik ‘demokrasi perwakilan’ semacam ini juga diterapkan di beberapa negara.

“Kalau sudah memilih DPRD Kabupaten, DPRD daerah, kenapa tidak memilih Gubernur dan Bupati saja?

“Dilaksanakan oleh Malaysia, diterapkan oleh India, diterapkan oleh banyak negara. Inggris, Kanada, Australia, negara-negara terkaya di dunia menggunakan sistem politik yang murah,” ujarnya.

Dalam acara yang sama, Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia menyuarakan hal serupa. Ia berpendapat, kepala daerah lebih baik dipilih melalui legislatif atau DPRD. Bahlil pun mengatakan, wacana tersebut sudah disuarakan Golkar sejak tahun lalu.

Wacana Prabowo kepada elite partai lama menuai kritik. Salah satunya dari Koalisi Kodifikasi Hukum Pemilu menolak gagasan tersebut. Koalisi menilai alasan mahalnya biaya politik pilkada langsung seperti yang disampaikan Prabowo bukanlah masalah utama.

Menurut mereka, permasalahan sebenarnya adalah tata kelola pemilu yang belum ditangani secara serius oleh negara.

“Pemikiran ini bukan hanya salah arah, tapi juga menunjukkan kurangnya empati terhadap masyarakat yang menghadapi situasi sulit,” kata koalisi dalam siaran persnya, Minggu (7/12).

“Ketika masyarakat membutuhkan kepastian perlindungan dan kehadiran negara dalam penanganan bencana, para elite ramai membicarakan rekayasa politik yang berpotensi melemahkan hak demokrasi masyarakat,” ujarnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Ass Sadikin menyatakan siap membahas usulan revisi undang-undang pemilu yang akan dimulai pada 2026.

RUU Pemilu telah masuk dalam prolegnas prioritas 2026 dan akan dibahas kodifikasi bersama beberapa RUU politik lainnya. Hingga saat ini, ada dua RUU yang masuk di dalamnya, yakni RUU Pilkada dan RUU Partai Politik.

Zul, sapaan akrabnya, mengatakan setiap usulan terkait pemilu perlu dikaji. Upaya ini dilakukan untuk mencari formula pemilu agar lebih baik dan efektif. Sementara itu, beberapa partai politik di DPR menyatakan akan mengkaji usulan tersebut.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Perjuangan Indonesia (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan pihaknya mengkaji usulan tersebut dengan tetap mempertimbangkan aspirasi dan aspek konstitusional masyarakat.

Menurut Hasto, PDIP mengkaji ulang sistem pemilu daerah, baik yang dipilih oleh rakyat secara langsung maupun melalui DPRD untuk memastikan sistem pemilu bermanfaat untuk memperkuat demokrasi dan legitimasi kepemimpinan.

Hasto juga mengatakan, apapun sistem pemilunya, ia melihat yang terpenting adalah kepala daerah bisa menghasilkan keputusan politik untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengatasi kemiskinan, serta berbagai bentuk kesenjangan dan ketidakadilan.

Terpisah, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mempertimbangkan pilkada melalui DPRD hanya untuk kabupaten.

Sedangkan untuk walikota, pilkada tetap dilakukan melalui pemilihan langsung. Menurutnya, pilkada melalui DPRD kabupaten dapat dilaksanakan dengan menyeimbangkan popularitas dan kapasitas.

Sedangkan di tingkat kota, pemilihan kepala daerah masih dipilih langsung oleh masyarakat. Dibandingkan di tingkat kabupaten, dia menilai sistem demokrasi di kota lebih baik.

Menurutnya, pilkada langsung penting dilaksanakan karena mempunyai legitimasi dan tidak mudah dibubarkan. Pilkada langsung, menurut Mardani, bisa menghasilkan mutiara meski diusulkan oleh partai kecil.

Mardani menyarankan wilayah perkotaan lebih cocok untuk menyelenggarakan pilkada langsung. Sedangkan di perdesaan bisa dipertimbangkan melalui DPRD.

Sementara itu, Fraksi PKB di DPR disebut mendukung usulan agar pemilihan kepala daerah tidak lagi dilaksanakan secara langsung melainkan diangkat oleh pemerintah pusat ke DPRD.

Anggota Komisi II DPR dari PKB Muhammad Khozin mengusulkan agar gubernur diangkat oleh Pemerintah Pusat, sedangkan Bupati/Walikota dipilih oleh DPRD. Ia mengatakan, usulan ini juga disampaikan Ketua Umum PKB Gus Muhaimin Iskandar saat peringatan Harlah ke-27 PKB pada 23 Juli 2025.

Khozin mengatakan, pilkada langsung sejauh ini memiliki beberapa catatan yang harus dijadikan bahan evaluasi. Mulai dari biaya politik yang mahal hingga mengganggu kehumasan.

Ia mengatakan, pembahasan UU Pemilu dan UU Pilkada akan dimulai pada awal tahun 2026 setelah kedua RUU tersebut masuk dalam prolegnas prioritas. Ia juga mengatakan masukan dan aspirasi yang muncul dari masyarakat akan memperkaya pembahasan mekanisme pilkada.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf mengaku pihaknya belum bisa mengambil sikap atas usulan tersebut. Dia mengatakan, pilkada melalui DPRD akan dibahas dalam RUU pemilu.

(mnf/dal)


Exit mobile version