Jakarta, Pahami.id —
Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) pemutakhiran surat Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan kasus dugaan suap penetapan Pengganti Sementara (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.
Surat nomor: R/5739/DIK.01.02/01-23/12/2024 ditandatangani Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 5 Desember 2024.
“Ditangkap dan diserahkan ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Jalan Kuningan Persada Kav. 4 Setiabudi, Jakarta Selatan,” demikian isi surat tersebut.
Dalam surat terbarunya, setidaknya ada empat foto Harun. Berbeda dengan surat pertama tahun 2020 yang hanya memuat satu gambar dan tidak memuat ciri khusus mantan calon anggota parlemen PDI Perjuangan (PDIP) itu.
Pria kelahiran Ujung Pandang, 21 Maret 1971 ini memiliki tinggi badan 172 cm dan belum diketahui berat badannya. Warna kulit kecokelatan. Alamatnya di Limo, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Ciri-ciri khusus: berkacamata, tipis, bersuara sengau, logat Toraja/Bugis.
Siapapun yang menemukan Harun dapat menghubungi penyidik Rossa Purbo Bekti melalui email atau email: [email protected] atau nomor telepon 021-25578300.
Surat perintah penangkapan DPO itu dikeluarkan tak lama setelah Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait membuka sayembara senilai Rp8 miliar bagi siapa saja yang bisa menemukan dan menangkap Harun.
Harun Masiku harus berhadapan dengan hukum karena diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk diangkat menjadi pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.
Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp 850 juta sebagai suap agar bisa berangkat ke Senayan.
Wahyu yang divonis tujuh tahun penjara telah mendapat program pembebasan bersyarat sejak 6 Oktober 2023.
Ada dua orang lagi yang juga diproses KPK dalam kasus ini, yakni orang kepercayaan Wahyu bernama Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.
Pada Kamis, 2 Juli 2020, Jaksa Penuntut Umum KPK Rusdi Amin melemparkan Saeful Bahri ke Lapas Kelas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid. Sus-Tpk/2020/PN. Jkt. Pada 28 Mei 2020, Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Sementara Agustiani divonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
(ryn/fra)