Site icon Pahami

Berita Konstruksi Kasus Suap Inhutani V Terkait Izin Kawasan Hutan Lampung

Berita Konstruksi Kasus Suap Inhutani V Terkait Izin Kawasan Hutan Lampung


Jakarta, Pahami.id

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menjelaskan pembangunan kasus korupsi yang dikatakan dalam kerja sama manajemen hutan melibatkan industri hutan PT atau atau Inhutani v.

Diakuisisi Wakil Penegakan dan Implementasi KPK ASEP Guntur Rahayu mengatakan kasus tersebut dikurangi melalui Operasi Penangkapan (OTT) di empat lokasi berbeda pada hari Rabu, 13 Agustus.

Di Jakarta, KPK menahan enam orang, Presiden Inhutani v Dicky Yuana Rady; Komisaris Inhutani v Raffles; Direktur Pt Paramitra Majesty (PML) Djunaidi; Joko dari SB Group; dan staf PT PML Arvin dan Sudirman.


KPK kemudian menahan staf lisensi grup SB di Bekasi. Sementara itu, di Depok dan Bogor, anti -agensi menangkap mantan direktur PT Inhutani Bakhrizal Bakri dan Sekretaris Djunaidi Yuliana.

Bukti yang disita dalam OTT adalah dalam bentuk $ 189.000 dalam bentuk tunai atau sekitar Rp2,4 miliar (nilai tukar saat ini) dan mata uang rupiah sebesar Rp8,5 juta, serta unit mobil Rubicon dan Pajero yang dimiliki oleh Dicky Yuana Rady.

Pembangunan kasing

PT Inhutani memiliki hak area di wilayah Lampung sekitar 56.547 hektar. Dari jumlah tersebut, termasuk bekerja dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama (UKM) yang mencakup area: daftar 42 (karpet) yang mencakup sekitar 12.727 hektar, mendaftarkan 44 (Muarada) yang mencakup 32.375 hektar, dan mendaftarkan 46 (cara Hanakau) yang mencakup 10.055 hektar.

PT PML dikatakan belum memenuhi kewajiban untuk membayar pembangunan tanah dan pajak (PBB) untuk periode 2018-2019 senilai RP2,31 miliar, pinjaman pengurangan Rp500 juta per tahun, dan belum melaporkan implementasi kegiatan ke PT Inhutani sebulan.

Selain itu, pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA), yang ditanggung oleh masalah hukum antara PT Inhutani dan PT PML, menjelaskan bahwa UKM diubah pada 2018 antara kedua pihak dan PT PML diharuskan membayar kompensasi sebesar RP3.4 miliar.

Terlepas dari masalah ini, pada awal 2024, PT PML dikatakan terus bekerja dengan PT Inhutani untuk mengontrol kembali kawasan hutan di 42, 44, dan 46 register berdasarkan UKM kedua yang diubah pada 2018.

Pada Juni 2024, sebuah pertemuan berlangsung di dewan dan Dewan Komisaris PT Inhutani dan Djunaidi sebagai Direktur PT PML dan tim yang menyetujui manajemen hutan oleh PT PML dalam Rencana Kerja Bisnis Hutan (RKUPH).

Kemudian PT PML melalui Djunaidi mengeluarkan uang tunai RP4,2 miliar untuk mengamankan tanaman dan kepentingan PT Inhutani ke akun PT Inhutani pada Agustus 2024.

Pada saat yang sama, Dicky didakwa menerima uang tunai dari Djunaidi dalam jumlah Rp100 juta yang digunakan untuk tujuan pribadi.

Selain itu, pada November 2024, Dicky menyetujui permintaan PML PT terkait dengan perubahan RKUPH yang terdiri dari: Pengelolaan hutan tanaman yang mencakup 2.619,40 hektar di 42 dan 669,02 hektar area register 46.

Pada bulan Februari 2025, Dicky menandatangani Rencana Kerja Tahunan PT Inhutani (RKT) yang juga mengakomodasi kepentingan PT ML.

Djunaidi meminta staf PT PML Sudirman untuk membuat bukti deposito yang dicatat dengan RP3 miliar dan RP4 miliar dari PT PML ke PT Inhutani.

Ini telah membuat laporan keuangan PT Inhutani berubah dari ‘merah’ menjadi ‘hijau’, dan membuat posisi ‘aman’ Dicky.

Sudirman kemudian menyampaikan kepada Djunaidi bahwa PT PML telah menghabiskan Rp21 miliar untuk PT Inhutani untuk ibukota pengelolaan hutan.

Pada Juli 2025, Dicky mengadakan pertemuan dengan Djunaidi di lapangan golf di Jakarta.

“Di mana br. Dic

Selain itu, Djunaidi melalui staf lisensi SB Group Aditya menyampaikan kepada Dicky bahwa proses membeli mobil baru seharga Rp2,3 miliar dijaga oleh Djunaidi bulan ini.

“Pada saat yang sama, Br. ADT (Aditya) mengirimkan $ 189.000 dari Br. Djn untuk Br.

Selain itu, Djunaidi melalui staf PML bernama Arvin menyampaikan kepada Dicky bahwa partainya telah memenuhi semua tuntutan, termasuk memberikan kepada salah satu Komisaris PT Inhutani.

“Untuk serangkaian acara, pada 13 Agustus 2025, tim KPK kemudian mengakuisisi 9 partai termasuk Br. ADT di Bekasi bersama dengan bukti 1 unit kendaraan roda dan SDR di Jakarta dengan bukti uang tunai $ 189.000, RP8,5 juta, dan 1 unit dari empat roda beroda,” kata ASEP.

ASEP mengatakan KPK kemudian melakukan inspeksi intensif sembilan partai yang dicetak oleh OTT dan menemukan setidaknya dua bukti yang cukup.

KPK kemudian menyebut tiga tersangka. Mereka Dicky, Djunaidi dan Aditya.

Dicky sebagai penerima korupsi dikatakan melanggar Pasal 12 dari huruf A atau B atau Pasal 11 Undang -Undang Pemberantasan Korupsi (Hukum Korupsi).

Sementara itu, Djunaidi dan Aditya sebagai korupsi dituduh melanggar Pasal 5 paragraf 1 dari huruf A atau B atau Pasal 13 dari Korupsi Undang -Undang bersama dengan Pasal 55 paragraf 1 KUHP.

Potensi triliun pnbp menghilang

ASEP mengatakan Sumber Daya Asli (SDA), termasuk sektor hutan, adalah salah satu sektor kehidupan banyak orang dan memiliki potensi tinggi untuk pendapatan nasional non -tax (PNBP), tetapi juga terpapar korupsi.

Menurut studi KPK bersama dengan mitra, ASEP mengatakan, sistem pengawasan hutan yang lemah telah menyebabkan hilangnya nasional RP35 miliar per tahun, dan memiliki potensi untuk menghilangkan PNBP hingga Rp15,9 triliun per tahun.

ASEP berharap bahwa ada peningkatan tata kelola sumber daya alam termasuk sektor hutan secara keseluruhan dari Hulu ke hilir.

Salah satu praktik korupsi yang terjadi di sektor hutan adalah korupsi untuk izin penggunaan lahan hutan, karena temuan KPK dalam penyelidikan tertutup atau kegiatan penangkapan yang disebutkan di atas.

“Kegiatan ini pada saat yang sama sejalan dengan program pemerintah melalui tim kontrol kawasan hutan,” katanya.

(FRA/RYN/FRA)


Exit mobile version