Jakarta, Pahami.id —
Anggota Komisi III DPR menyikapi dengan tegas tindakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alex Marwata menggugat isi pasal UU Komisi Pemberantasan Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra menilai gugatan Pasal 63 UU KPK yang diajukan Alex Marwata ke Mahkamah Konstitusi adalah mengada-ada. Soedeson berharap Mahkamah Konstitusi mengambil sikap bijak dengan menolak gugatan tersebut.
“Harapan kita adalah MK dan saya yakin MK adalah hakim tertinggi yang mempunyai pemikiran yang mendalam. Mereka bisa melihat urgensi gugatan tersebut. Dan sebaiknya ditolak,” kata Soedeson melalui telepon, Jumat (8/11). ) malam.
Soedeson mengibaratkan etika dan hukum seperti kapal dan laut. Sebagai sebuah kapal, kata dia, hukum hanya bisa berlayar di lautan etika, sehingga menurutnya etika berada di atas segalanya.
Menurut Soedeson, orang yang melanggar etika lebih kejam dibandingkan pelanggar hukum. Ia menilai gugatan itu konyol, apalagi dibubarkan oleh seseorang yang berprofesi sebagai aparat penegak hukum.
“Saya kira mengada-ada. Kenapa orang yang menjalankan profesi ini selalu punya kode etik? Karena kode etik itu yang menjadi pedoman mereka dalam bekerja,” ujarnya.
Senada, Anggota Komisi III DPR dari PKS Nasir Djamil menilai Pasal 63 menjadi penghambat pimpinan KPK untuk berperkara. Ia sejak awal menilai Komisi Pemberantasan Korupsi didesain sebagai komoditas mahal yang perlu diwaspadai agar tidak menjadi komoditas murahan.
“KPK sejak awal didesain sebagai ‘barang mewah’ yang perlu dijaga dengan baik agar tidak menjadi lembaga yang ‘murahan’,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bersama dua staf lembaga antirasuah mengajukan uji materi atau peninjauan kembali Pasal 36 UU KPK ke Mahkamah Konstitusi.
Kedua pegawai KPK yang dimaksud adalah Lies Kartika Sari selaku Auditor Muda KPK dan Maria Fransiska selaku Pelaksana Unit Sekretariat Pimpinan. Lamaran uji materi akan dikirim pada Senin, 4 November 2024.
Mereka menunjuk Periati BR Ginting, Ario Montana dan Abdul Hakim dari Kantor Hukum GSA sebagai kuasa hukum.
“Pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materil terhadap norma Pasal 36 huruf (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK),” membaca aplikasi. Alex dkk seperti yang diterima CNNIndonesia.comKamis (7/11).
Pasal 36 huruf a UU KPK berbunyi: “Pimpinan KPK dilarang menjalin hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang berkaitan dengan perkara pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun.”
Alex dkk menguji norma tersebut dengan Pasal 28 D Ayat (1) dan Pasal 28 I Ayat (2) UUD 1945.
(tahun/anak)