Jakarta, Pahami.id –
Koalisi publik terhadap impunitas secara resmi mendaftarkan tuntutan hukum terhadap undang -undang terhadap tindakan administrasi pemerintah yang dilakukan oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Zona fadli diduga menyangkal suatu acara Perkosaan Massal 1998.
Klaim tersebut diajukan ke Pengadilan Administrasi Negara Bagian Jakarta (PTUN) hari ini pada hari Kamis (11/9).
“Kami adalah perwakilan pengacara koalisi publik terhadap kekebalan telah mencatat tuntutan hukum terhadap administrasi pemerintah yang dilakukan oleh Zona Fadli sebagai Menteri Kebudayaan,” kata Jane Rosalina dari Komisi yang Hilang dan para korban kekerasan (kontras) yang dilaporkan dari akun Jakarta LBH Instagram pada hari Kamis (11/9).
Airlangg Julio, pengacara firma hukum Amar, mengatakan bahwa zona Fadli tidak berwenang untuk meragukan laporan Tim Penemuan Gabungan (TGPF) yang dibentuk oleh Presiden BJ. Habibie dan Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas Ham) yang telah mendokumentasikan dan menyelidiki insiden Mei 1998, dengan kekerasan seksual sebagai bagian dari insiden tersebut.
Bentuk -bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam kerusuhan Mei 1998 dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: pemerkosaan, pemerkosaan dan penganiayaan, kekerasan seksual/pelecehan dan pelecehan seksual.
Dari verifikasi data yang ada dan tes tes, TGPF menyimpulkan bahwa tidak mudah untuk mendapatkan data yang tepat untuk menghitung jumlah korban kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan.
TGPF menemukan tindakan kekerasan seksual di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya.
Dari jumlah korban kekerasan seksual yang dilaporkan, yang telah dikonfirmasi (diuji sesuai dengan tingkat sumber informasi) oleh TGPF sampai akhir layanan adalah 52 korban pemerkosaan, 14 korban pemerkosaan dengan penganiayaan, 10 korban kekerasan seksual atau penganiayaan, dan 9 korban pelecehan seksual.
Kekerasan seksual dalam kerusuhan pada Mei 1998 terjadi di rumah, di jalan dan di depan situs bisnis.
Mayoritas kekerasan seksual terjadi di rumah atau bangunan. TGPF juga menemukan bahwa sebagian besar kasus pemerkosaan adalah geng pemerkosaan, di mana para korban diperkosa oleh beberapa orang secara bersamaan.
“Zona Fadli sebagai Menteri Kebudayaan tidak berwenang untuk meragukan laporan TGPF karena pihak berwenang adalah Jaksa Agung, Komisi Hak Asasi Manusia Nasional, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Parlemen dengan Presiden,” kata Julio.
Menurutnya, zona Fadli telah melampaui pihak berwenang dan mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan hukum, instrumen hukum internasional dan hak asasi manusia, dan prinsip -prinsip hukum pemerintah yang baik.
“Kami meminta zona Fadli untuk meminta maaf karena meragukan laporan TGPF dan segera membuat pernyataan itu,” katanya.
Virdinda La Ode of Contrast mengatakan panel hakim yang ingin menangani klaim terdiri dari semua wanita dengan perspektif gender dan keragaman korban dan keluarga, terutama dalam kasus 1998.
“Lagi pula, kami pasti akan menunggu tekad panel juri seperti yang kami minta, yang merupakan keseluruhan yang terdiri dari wanita,” kata Virdinda.
Sementara itu, seorang pengacara publik dari LBH Jakarta, Daniel Winarta, menambahkan klaim ini dan mengingatkan semua pejabat pemerintah atau administrasi negara untuk berhati -hati tentang mengeluarkan pernyataan dan tindakan sebagai hasil dari undang -undang.
“Jadi, berhati -hatilah dengan pejabat pemerintah yang mengeluarkan pernyataan dalam kekuasaan mereka sebagai petugas,” kata Daniel.
(Ryn/isn)