Site icon Pahami

Berita Kisah Tragis ‘Ratu Hedonis’ Marie Antoinette saat Revolusi Prancis


Jakarta, Pahami.id

Nama Marie Antoinette Banyak netizen yang membahasnya di media sosial, setelah membandingkannya dengan seorang istri Kaesang Pangarep, Erina Gudono.

Menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini disebut-sebut mirip dengan Marie Antoinette karena kerap terlihat memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial.


Siapa Marie Antoinette?

Marie Antoinette adalah seorang wanita kelahiran Wina, Austria, yang merupakan anak bungsu dari Kaisar Romawi Suci Francis I dan Maria Theresa.

Marie menikah dengan Raja Prancis Louis XVI pada usia 14 tahun dalam pernikahan politik. Ia menjadi permaisuri Raja Louis XVI pada tahun 1774 setelah suaminya naik takhta.

Sosok Marie kerap dikaitkan dengan kehidupan glamor, kemewahan, dan dekadensi monarki Prancis di tahun-tahun terakhir rezimnya.

Diberitakan dari berbagai sumber bahwa Marie suka berjudi dengan kaum bangsawan. Ia sering kalah dalam berjudi meski beberapa kali menang.

Raja Louis XVI dikabarkan khawatir kekayaan kerajaan akan terkuras karena istrinya yang berjudi.

Marie juga menyukai musik dan fashion. Dia memainkan berbagai alat musik dan suka mendandani serta menata rambutnya dengan cara yang eksentrik. Menurut literatur, Marie suka membeli 300 gaun dalam setahun.

Pada tahun 1770-an hingga 1780-an, Perancis dilanda krisis ekonomi. Kerajaan terlilit hutang, salah satunya akibat sikap Marie yang boros.

Namun, sikap Marie yang boros hanya sebagian kecil dari penyebab utang Prancis yang semakin menggunung. Faktanya, perang kolonial pada abad ke-18, khususnya Revolusi Amerika, di mana Perancis melakukan intervensi atas nama penjajah, juga membuat Perancis berhutang banyak.

Situasi ini diperburuk dengan aturan pajak Perancis yang diskriminatif karena tidak mengenakan pajak kepada kaum bangsawan dan orang-orang yang memiliki sebagian besar properti di Perancis.

Masyarakat awam pun merasa tertekan dengan pajak yang selangit dan marah melihat kehidupan keluarga kerajaan yang masih glamor.

Pihak Prancis kemudian menyudutkan pemerintah, khususnya Marie, dengan menyebarkan pamflet dan sindiran penuh rasa jijik ke seluruh negeri.

Bukannya berhenti, Marie justru menyulut kemarahan warga. Pada tahun 1783, ia membangun sebuah desa pertanian di halaman Istana Versailles. Pasalnya, ia bosan dan ingin mencoba hidup sebagai orang normal.

Desa buatan tersebut dilengkapi dengan rumah pertanian, cottage, pabrik, bahkan peternakan. Tempat ini diciptakan untuk Ratu dan teman-temannya untuk bermain atau mungkin ‘melarikan diri’ dari kritik masyarakat terhadap dirinya.

Di sana, Marie akan berdandan seperti seorang penggembala dan berpura-pura menjadi seorang petani. Dia juga berjalan-jalan di sekitar peternakan dan memerah susu sapi dan domba.

Tempatnya memang dibuat sangat indah. Namun, banyak anggota keluarga kerajaan dan masyarakat menganggap Marie sedang mengejek para petani.

Bukan hanya desa buatan saja yang membuat masyarakat geram. Pada saat itulah tersebar kabar bahwa Marie sangat sadar untuk mengajak orang makan kue jika mereka tidak mampu membeli roti.

“Jika suatu bangsa tidak mempunyai roti, maka biarlah mereka makan kue.”

Sayangnya, pernyataan fenomenal ini tidak dibuktikan dalam catatan sastra.

Laporan dari BiografiKomentar tersebut konon dibuat oleh Marie-Thérèse, seorang putri Spanyol yang menikah dengan Raja Louis XIV pada tahun 1660.

Ada juga yang mengatakan pernyataan itu dibuat dalam Confessions oleh filsuf Jean-Jacques Rousseau, yang ditulis sekitar tahun 1766 ketika Marie Antoinette baru berusia 11 tahun, seperti dikutip dari Sejarah.

Keadaan perekonomian negara yang tidak pernah stabil dan kebencian masyarakat terhadap keluarga kerajaan memuncak, sehingga revolusi pun tidak terhindarkan.

Marie diadili pada usia 37 dan dieksekusi.

Marie dikatakan telah melarikan diri dari Prancis ke perbatasan Austria, di mana rumor mengatakan bahwa saudara laki-lakinya sedang menunggu dengan tentara yang siap menyerang Prancis untuk menggulingkan pemerintahan revolusioner.

Bagi banyak orang, kejadian ini menjadi bukti bahwa Ratu bukan sekadar orang asing, melainkan “pengkhianat”.

Di akhir hidupnya, Marie dikatakan memohon kepada algojo untuk memaafkannya. Namun permintaannya tidak dikabulkan.

(Dna)



Exit mobile version