Site icon Pahami

Berita Kejati Geledah Kantor Dinas Kebudayaan DKI Terkait Program Rp150 M


Jakarta, Pahami.id

Pengadilan Tinggi (Kantor Kejaksaan) DKI Jakarta menggeledah kantor Dinas Kebudayaan di Jalan Gatot Subroto, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (18/12). Penggeledahan terkait dugaan kejanggalan anggaran kegiatan.

Kepala Jaksa Penuntut Umum Jakarta, Syahron Hasibuan mengungkapkan, pihaknya telah menemukan dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan sejumlah kegiatan pada tahun 2023 dengan perkiraan nilai Rp 150 miliar.


Syahron mengatakan, jumlah tersebut tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Nomor CETAK-5071/M.1/Fd.1/12/2024 tanggal 17 Desember 2024.

Penyidik ​​Divisi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan DKJ melakukan pemeriksaan dan penyitaan terkait dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa kegiatan malpraktik di Kantor Kebudayaan Daerah DKJ yang bersumber dari anggaran DKJ. Dinas Kebudayaan Provinsi tahun anggaran 2023 dengan nilai kegiatan sekitar Rp 150 miliar,” kata Syahron.

Menurut Syahron, penggeledahan dilakukan sebagai penyelidikan mendalam sejak ia melakukan pendataan sebulan sebelumnya, yakni dimulai November lalu.

Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Kejaksaan menemukan adanya dugaan tindak pidana sehingga kasusnya masuk ke tahap penyidikan.

Dugaan tindak pidana yang dimaksud berupa penyimpangan pada beberapa kegiatan di Kantor Kebudayaan Jakarta tahun anggaran 2023, namun Syahron belum membeberkan kegiatan yang dimaksud.

“Penyidik ​​menemukan adanya peristiwa pidana dalam kegiatan tersebut dan pada 17 Desember 2024 ditingkatkan ke tingkat penyidikan,” ujarnya.

Selain di Kantor Dinas Kebudayaan, Syahron mengatakan penggeledahan juga dilakukan di empat lokasi berbeda.

Rinciannya, Kantor EO GR-Pro di kawasan Jakarta Selatan dan tiga unit hunian, masing-masing dua rumah di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan satu lagi berlokasi di Matraman, Jakarta Timur.

Dalam penggeledahan tersebut, kata dia, penyidik ​​menyita laptop, ponsel, dan komputer untuk keperluan analisis forensik.

“Uang, beberapa dokumen, dan berkas penting lainnya juga disita untuk menjelaskan tindak pidana dan menyempurnakan alat bukti dalam kasus a quo,” ujarnya.

(thr/chri)

Exit mobile version