Site icon Pahami

Berita Kejagung Belum Jerat Tersangka Korupsi Minyak Pakai Pasal TPPU


Jakarta, Pahami.id

Kejaksaan Agung (Yang lalu) Jelaskan alasan untuk tidak digunakan oleh pencucian uang (TPPU) yang dikatakan dalam korupsi korupsi di pertamina.

Kepala Pusat Informasi untuk Kantor Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan para penyelidik masih fokus untuk menyelidiki tindakan kriminal awal yang merugikan keuangan negara hingga Rp193,7 triliun.


“Lalu kita akan melihat (aplikasi artikel TPPU) karena para penyelidik sekarang berfokus pada artikel pengaturan yang ditentukan, ditentukan,” katanya kepada wartawan, yang disebutkan pada hari Senin (10/3).

Namun, Harli menekankan bahwa penyelidik nantinya akan mempengaruhi tersangka dengan artikel TPPU jika mereka terbukti menguntungkan dalam kasus korupsi.

“Misalnya, ada fakta yang kemudian menjelaskan tersangka menikmati, semua kemungkinan terbuka,” katanya.

Dalam hal ini, kantor jaksa agung bernama sembilan tersangka yang terdiri dari enam pertamina dan tiga partai swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Sahaan sebagai Presiden Ptamina Patamina Patamina Patra Niaga.

Lalu mengatakan total kehilangan kekuatan nasional dalam kasus korupsi ini mencapai RP193,7 triliun. Rinciannya adalah hilangnya ekspor minyak mentah domestik sekitar Rp35 triliun, sehingga hilangnya impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun.

Selain itu, hilangnya impor bahan bakar melalui DMUT/broker sekitar RP9 triliun; kehilangan kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

Terakhir, tersangka berkonspirasi untuk mengimpor minyak mentah tidak mengikuti prosedur dan proses dengan prosedur yang tidak akurat.

Untuk tindakan tersangka, itu telah menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak dijual kepada publik. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan kompensasi bersubsidi yang lebih tinggi daripada anggaran negara.

Pt Pertamina (Persero) sebelumnya menyatakan bahwa ia akan mengikuti dan menghormati proses hukum yang telah terjadi di masa lalu. Selain itu, perusahaan minyak negara mengungkapkan perbedaan antara bahan bakar redup dan mentor di tengah berita virus pertama yang dijual adalah bensin campuran.

Wakil Presiden (VP) Komunikasi Korporat Fadjar Djoko Santoso membantah yang pertama menjadi Opinus BBM. Dia menekankan bahwa FirstX tetap sesuai dengan standar, RON 92 dan memenuhi semua parameter kualitas kualitas bahan bakar yang ditetapkan oleh Direktorat Umum Minyak dan Gas.

Fadjar mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga terus melakukan kontrol kualitas bahan bakar dengan melakukan uji sampel bahan bakar dari berbagai pompa bensin.

“Pada masalah yang beredar bahwa BBM pertama beragam, itu tidak benar,” katanya dalam pernyataan resmi pada hari Rabu (26/2).

Dia menjelaskan perbedaan yang signifikan antara pencampuran BBM dan BBM. Opinity adalah campuran dari pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan, sementara pencampuran adalah praktik umum (Praktik normal) Dalam proses produksi bahan bakar.

“Referensi adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan elemen kimia lainnya untuk mencapai tingkat oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya,” katanya.

Fadjar kemudian mencontohkan bahan bakar bersubsidi pertalit, yang merupakan campuran komponen Ron 92 atau lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah hingga ron 90 bahan bakar tercapai.

(TFQ/KID)


Exit mobile version