Site icon Pahami

Berita Kasus ISPA di RS Bandung Melonjak

Berita Kasus ISPA di RS Bandung Melonjak


Bandung, Pahami.id

Kasus infeksi saluran bernapas SAYA (ISPA) Karena influensa di Rumah Sakit Dr. Paru. Ha Rotinsulu Bandung akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Hal tersebut disampaikan oleh dr. Reza Kurniawan Tanuwihardja, SP.P(K)., FCCP.,FISR, Spesialis Intervensi Paru dan Darurat Pernafasan di Rumah Sakit.

Menurut dr Reza, peningkatan kasus ISPA terjadi di tingkat nasional dan di rumah sakit rujukan. Berdasarkan data survei umum, peningkatan kasus ISPA diperkirakan mencapai 34 hingga 38 persen.


Namun untuk RS Paru Rotinsulu sendiri, peningkatan tersebut memiliki karakteristik berbeda karena RS ini merupakan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan rangkap tiga (PPK 3) bagi pasien BPJS.

“Memang ada peningkatan kasus berdasarkan data survei, secara umum mencapai sekitar 34-38 persen, tapi di RS Paru Rotinsulu sendiri, karena kami PPK 3, maka pasien yang datang umumnya adalah pasien dengan kondisi kompleks, yang mengalami komplikasi infeksi saluran pernapasan atas,” kata dr Reza, kepada Pahami.id.

Ia menjelaskan, peningkatan kasus ISPA di RS Paru Rotinsulu tidak hanya terjadi di poliklinik reguler, namun juga di poliklinik eksekutif. Pasien yang datang ke poliklinik eksekutif umumnya datang dengan keluhan ISPA ringan, sedangkan pasien di poliklinik BPJ biasa biasanya mengalami komplikasi seperti pneumonia atau gangguan pernafasan yang lebih berat.

“Kalau sendiri ke poliklinik eksekutif karena ISPA, tapi ke poliklinik BPJS biasa karena komplikasi,” ujarnya.

Mengenai gejala dan pengobatannya, dr. Reza menegaskan, pasien infeksi saluran pernapasan atas ringan biasanya diberikan pengobatan rawat jalan. SIPA yang disebabkan oleh virus umumnya merupakan penyakit self-limiting yang dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar tujuh hingga sepuluh hari.

Namun jika pasien menunjukkan gejala yang memburuk seperti sesak napas, sulit makan dan minum, atau mengalami komplikasi akibat penyakit penyerta seperti asma atau penyakit paru kronis, maka diperlukan perawatan lebih lanjut di rumah sakit.

“Jika masih dalam kategori ringan, kami memberikan pengobatan rawat jalan, namun jika terjadi komplikasi, misalnya pasien menderita pneumonia, sesak napas, atau memiliki penyakit penyerta yang memperburuk keadaan, maka pasien perlu dirawat di rumah sakit,” jelasnya.

Mengenai penyebab sebenarnya peningkatan ISPA, dr Reza mengatakan pihak rumah sakit saat ini belum memiliki data mengenai etiologi atau penyebabnya secara spesifik. Sebab, untuk mengetahui penyebab pastinya, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode sindrom pernafasan yang melibatkan tes usap pada pasien.

“Kami belum punya data penyebab pastinya karena harus dilakukan usap. Hanya dengan pemeriksaan ini kita bisa mengetahui etiologinya dengan jelas,” ujarnya.

Ditanya apakah peningkatan kasus ISPA juga mempengaruhi angka kematian, dr Reza menjelaskan, belum ada data resmi yang mencatat peningkatan kematian akibat ISPA di RS Paru Rotinsulu. Meski demikian, ia memastikan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dengan gejala dan komplikasi ISPA berat memang terus meningkat.

“Untuk angka kematiannya, kami belum punya data, namun jumlah pasien yang masuk rumah sakit akibat ISPA dan komplikasinya semakin meningkat, terutama pasien asma atau lansia,” ujarnya.

dr Reza pun menanggapi isu penyebaran influenza A yang belakangan ini dikabarkan meningkat di beberapa daerah. Ia mengatakan, pola penyebaran influenza A dan Covid-19 sebenarnya sama karena sama-sama disebabkan oleh virus dan sama-sama dapat menyebabkan pneumonia.

“Penyebarannya hampir sama karena kedua virus tersebut.

Terkait kebijakan pemerintah, dr. Reza mengatakan, belum ada instruksi khusus dari Kementerian Kesehatan kepada RS Paru Rotinsulu terkait peningkatan kasus influenza atau ISPA.

Meski demikian, Kementerian Kesehatan telah memberikan instruksi umum kepada sekitar 40 rumah sakit vertikal di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, memperkuat sistem pencegahan, dan memastikan kesiapan fasilitas dalam menghadapi lonjakan pasien pernafasan.

“Tidak ada instruksi langsungnya, tapi kami diminta lebih siap dan waspada, termasuk dalam penggunaan APD dan protokol penanganan pasien pernapasan,” ujarnya.

Meski angka kejadiannya semakin meningkat, Dr Reza menegaskan tingkat keparahan penyakit kali ini tidak separah saat pandemi Covid-19. Menurut dia, sebagian besar kasus masih tergolong ringan hingga sedang dan bisa ditangani secara rawat jalan.

Alhamdulillah, meski ada perbaikan, namun tingkat keparahan penyakitnya tidak seperti saat Covid-19, ujarnya.

dr Reza mengimbau masyarakat terus mewaspadai penularan penyakit pernafasan, khususnya di tempat umum.

Ia menyarankan agar masyarakat kembali memakai masker, menjaga daya tahan tubuh dengan berolahraga dan mengonsumsi vitamin, serta mendapatkan vaksinasi influenza.

“Kalau bisa kembali menggunakan masker, menjaga kesehatan, minum vitamin, olah raga dan vaksin influenza. Vaksin ini bisa dari bio pharma atau impor, keduanya efektif melindungi dari virus influenza,” ujarnya.

(CSR/AGT)


Exit mobile version