Jakarta, Pahami.id –
Kepala Lembaga Rehabilitasi Enemawira (LAPAS) Kepulauan Sangihe, Chandra Sudarto diberhentikan dari jabatannya karena diduga memaksa warga Muslim untuk makan Daging anjing.
Penonaktifan tersebut berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada 27 November 2025.
Kepala Lapas Enemawira berinisial CS pada 27 November 2025 diperiksa Kanwil Direktorat Pemasyarakatan Sulut Aprianti, melalui keterangan tertulis, Selasa (2/12).
Rika mengatakan pada 28 November, pihaknya telah mengeluarkan surat perintah penyidikan dan sidang kode etik di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terhadap Chandra Sudarto.
Sidang Kode Etik akan dilaksanakan hari ini di Direktorat Jenderal PAS oleh tim Direktorat Kepatuhan Internal.
Ditjen PAS, jelas Rika, akan memberikan sanksi sesuai ketentuan terkait.
“Kedisiplinan dan integritas petugas dan warga akan terus kami junjung tinggi,” kata Rika.
Pelayanan dan bimbingan akan diberikan sesuai standar dalam menjalankan fungsi pemulihan, ujarnya.
Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion mengecam tindakan tidak manusiawi tersebut.
Menurutnya, tindakan Chandra Sudarto merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Mafirion meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan mencopot kepala stafnya dan memprosesnya secara hukum.
“Tindakan kepala lapas yang memaksa narapidana muslim memakan makanan yang jelas-jelas dilarang dalam ajaran Islam bukan hanya tindakan yang tidak pantas, tapi juga merupakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia.
Mafirion menjelaskan, beberapa peraturan hukum secara jelas mengatur larangan tindakan diskriminasi dan penodaan agama, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Kuhp) Pasal 156, 156a, 335, 351.
“Aturan dalam KUHP jelas menyatakan bahwa perbuatan menghina atau merendahkan agama dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” ujarnya.
Ia meminta aparat penegak hukum bertindak cepat agar kasus ini tidak meluas menjadi persoalan sosial yang lebih besar, mengingat tindakan diskriminasi agama sangat sensitif dan berpotensi memicu konflik horizontal.
Mafirion mengatakan, perlindungan kebebasan beragama harus ditegakkan di semua tempat, termasuk di lembaga pemasyarakatan.
“Konstitusi dan undang-undang kita jelas, tidak ada yang dipaksa melanggar keyakinannya, pemerintah harus ada untuk melindunginya,” ujarnya.
(ryn/tidak)

