Berita Jika Penguasa Abai, Indonesia Emas Bisa Berganti Cemas

by


Jakarta, Pahami.id

Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Koentjoro menekankan pada keinginan untuk membuat Indonesia Emas 2045 Indonesia akan khawatir jika pihak berwenang mengabaikan suara-suara kritis.

Oleh karena itu, ia meyakini sudah menjadi tugas insan kampus untuk selalu mengingatkan masyarakat akan kekuasaan.

“Suara akademisi dan profesor tidak hanya harus dipahami sebagai hak demokrasi tetapi juga harus dipahami substansinya,” kata Koentjoro dalam keterangan resminya pada Panel Forum Nasional di University Club (UC) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. , Sabtu (16/3).


“Jika pihak berwenang mengabaikan suara-suara kritis, maka keinginan untuk melihat 2045 sebagai Indonesia Emas dapat tergantikan dengan melihat 2045 sebagai Indonesia Cemas,” imbuhnya.

Sementara itu, Profesor UGM M. Baiquni menilai salah satu tantangan kepemimpinan negara adalah meningkatnya krisis lingkungan hidup dan perubahan iklim global.

<!–

ADVERTISEMENT

/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>

“Krisis iklim menuntut kehadiran pemimpin yang mampu menggerakkan seluruh komponen masyarakat dalam upaya mencerdaskan masyarakat melalui pelestarian alam di berbagai tingkatan,” kata Sekretaris Dewan Guru Besar UGM.

Di tempat yang sama, mantan Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan bahwa ide dasar kepemimpinan Indonesia harus dibedakan secara mendasar dari jabatan atau jabatan. Pasalnya, kepemimpinan merupakan perilaku yang dibentuk oleh kompetensi, karakter, dan nilai-nilai yang memandu pertumbuhan dan perkembangan pribadi seseorang.

“Apakah seorang pejabat publik itu pemimpin atau bukan, tentu tergantung perilakunya dalam menjalankan tugasnya,” kata Sudirman.

Sudirman menambahkan, situasi sosial politik saat ini tidak mendukung pengembangan kepemimpinan ideal.

Baginya, ekosistem kepemimpinan nasional kini memuat penguatan politik dinasti dan hierarki kekuasaan dalam proses pemilu.

Oleh karena itu, diperlukan undang-undang yang mengatur rekrutmen kepemimpinan publik agar mencakup persyaratan kualitatif. Proses seleksi kepemimpinan nasional tidak bisa ditentukan hanya dengan angka sehingga menyebabkan demokrasi kehilangan semangat yang signifikan, ujarnya.

Sementara itu, Profesor UMY Heru Kurnianto Tjahjono menggarisbawahi perlunya Indonesia mencari pemimpin negarawan sejati. Karakter ini penting agar kepemimpinan selalu berorientasi pada kontribusi terhadap kepentingan masyarakat luas.

“Pemimpin negarawan adalah sosok yang cukup kuat mentalnya terhadap dirinya dan keluarganya,” ujarnya.

(rzr/pmg)

!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);