Site icon Pahami

Berita Isi Permohonan dalam Gugatan-gugatan UU TNI yang Disidang MK


Jakarta, Pahami.id

Pengadilan konstitusional (Mk) Telah mengadakan sesi pemeriksaan awal pada 11 kasus dan bahan uji formal HukumJumat (9/5).

Persidangan dibagi menjadi tiga hakim konstitusional.


Prabowo-DPR membayar pesanan kompensasi

Salah satu permintaan yang telah diadili pada hari Jumat, meminta pengadilan konstitusional untuk memerintahkan Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Parlemen Indonesia untuk membayar kompensasi dan memaksa uang (Ganda) ke ekor negara yang mengkonfirmasi hukum TNI.

Ini disajikan oleh mahasiswa Universitas Batam Putera, mahasiswa Hidayatattudin dan Universitas Batam, sumber daya Hadinata dalam kasus alternatif Petitum 58/PUU-XXIII/2025 Klaim Hukum TNI.

Pelamar berpendapat bahwa DPR dan Prabowo telah mengabaikan fungsi, tugas, dan otoritas mereka dengan mengkonfirmasi undang -undang TNI.

“Menghukum para pemimpin dan masing -masing anggota DPR menghadiri pertemuan pleno XII II tertanggal 18 Februari 2025 untuk membayar kompensasi kepada negara bagian Rp 50 miliar dari keputusan tersebut,” kata pemohon respat dalam sidang di gedung pengadilan konstitusi.

“Menghukum Presiden Republik Indonesia untuk periode 2024-2029 untuk membayar kompensasi ke negara bagian sebesar 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), dari keputusan ini,” katanya.

Selain itu, pemohon meminta pengadilan konstitusional untuk menghukum presiden untuk membayar uang Ganda ke negara harian RP12,5 miliar. Kemudian, menghukum DPR untuk membayar uang paksa setiap hari sebesar Rp25 miliar kepada pemerintah.

Memberi uang untuk diminta untuk dilakukan oleh Presiden dan DPR jika diabaikan dalam pelaksanaan klaim hukum dari keputusan yang akan dibuat sampai keputusan dibuat.

Dalam petitum utamanya, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan nomor hukum 3 tahun 2025 dan kembali hukum Nomor 34 tahun 2004.

Akibatnya, konfirmasi hukum TNI yang dianggap diimplementasikan dengan cepat dianggap melanggar Republik Indonesia 1945. Pelamar menganggap bahwa tidak ada darurat memaksa pemerintah dan parlemen untuk mengeluarkan gugatan dengan cepat.

“Menyatakan Undang -Undang 3 pada tahun 2025 tentang amandemen hukum nomor 34 pada tahun 2004 tentang militer Indonesia dibandingkan dengan konstitusi Republik Indonesia 1945, jadi tidak ada hukum yang mengikat,” katanya.

Tentara harus mengundurkan diri jika mereka duduk di posisi publik

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga diminta untuk mencabut ketentuan hukum nomor 3 tahun 2025 tentang TNI yang memungkinkan Tentara TNI untuk menduduki beberapa posisi publik tanpa harus mengundurkan diri.

Dalam petisi petisi yang terdiri dari pendukung dan siswa, mereka meminta pengadilan konstitusional untuk memberikan semua permintaan dan meminta pengadilan konstitusional untuk mengubah frasa pasal 47 paragraf 2 hukum.

Ini disajikan oleh pemohon dalam Panel Sesi 1 Menguji Hukum Nomor 68/PUU-XXIII/2025, di Gedung Pengadilan Konstitusi, Jakarta Tengah pada hari Jumat (9/5/2025). Pelamar mengevaluasi bahwa Pasal 47 Paragraf 2 telah melanggar Konstitusi Republik Indonesia 1945.

“Tentukan Pasal 47 paragraf (2) Hukum Nomor 3 tahun 2025 tentang amandemen terhadap hukum nomor 34 pada tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia … tidak ada otoritas hukum,” kata pemohon dalam persidangan.

“Selama tidak ditafsirkan: ‘Tentara dapat duduk di Kementerian/Lembaga sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) atau posisi publik lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari Kantor Aktif Tentara’,” katanya.

Pemohon mengevaluasi bahwa Pasal 47 paragraf 2 telah melanggar Republik Indonesia 1945 karena menciptakan ketidakpastian dan memiliki potensi untuk membahayakan Konstitusi rakyat.

Pelamar juga berpendapat bahwa keberadaan Pasal 47 paragraf 2 undang -undang TNI telah membuat pemerintah mengisi posisi publik dan tidak berdasarkan efisiensi.

Pelamar juga mengevaluasi keberadaan artikel yang bertentangan dengan prinsip supremasi publik yang didasarkan pada reformasi.

“Apa tepatnya persiapan quo telah dilecehkan oleh otoritas otoritas pemerintah. Penguasa pemerintah negara bagian yang saat ini melayani dan menunjuk tentara TNI dalam posisi strategis hanya ditampilkan untuk keuntungan pribadi, terlepas dari prinsip -prinsip demokrasi dan prinsip -prinsip peradaban warga sipil yang digabungkan menjadi memperbarui 98,” katanya.

Untuk Pasal 47 Hukum Posisi Pengendalian di Kementerian/Lembaga lain yang dapat dipegang oleh militer TNI yang aktif. Dalam artikel ini, ada lima agensi tambahan dari sembilan hingga 14.

Lima lembaga yang ditambahkan adalah Badan Manajemen Perbatasan Nasional (BNPP), Badan Manajemen Bencana, Badan Manajemen Terorisme, Badan Keamanan Laut dan Kantor Republik Indonesia (Jaksa Agung Militer untuk Kejahatan Militer).

(MAb/anak -anak)


Exit mobile version