Jakarta, Pahami.id –
Pulau Galang di Kepulauan Riau kembali ke fokus setelah pemerintah mempersiapkannya untuk mendukung dan merawat Gazae, Palestinaitu adalah korban intrusi Israel.
Pulau ini bukan lokasi baru untuk Indonesia dalam memberikan perlindungan kemanusiaan.
Beberapa dekade yang lalu, Pulau Galang telah menjadi tempat berlindung dari ribuan pengungsi Vietnam yang dikenal sebagai seorang pria perahu (kapal Vietnam).
Pulau Galang digunakan sebagai kamp pengungsi dari tahun 1979 hingga 1996. Pada waktu itu, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto memutuskan untuk mengakomodasi para pengungsi Vietnam yang melarikan diri karena kondisi politik di negaranya.
Dalam buku Transit -Problem: Politik Indonesia untuk Pencari Suaka oleh Antje Missbach, disebutkan bahwa gelombang perahu Vietnam terjadi setelah kemenangan komunis dan jatuhnya Saigon pada April 1975.
Sebagian besar dari mereka berlayar dengan perahu ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menurut laporan pertama, pada 19 Mei 1975, 97 kapal Vietnam tiba di Indonesia. Menurut laporan PBB pada tahun 1979, jumlah itu melonjak menjadi 43 ribu orang.
Pemerintah Indonesia kemudian menunjuk Pulau Galang sebagai lokasi penampungan hingga 10 ribu pengungsi.
Pulau itu dipilih karena lokasinya yang strategis, sekitar 7 km dari Pulau Batam, dengan luas sekitar 80 km persegi. Permukiman di Pulau Galang juga ditujukan untuk memisahkan pengungsi dari penduduk setempat.
Saat berada di Pulau Galang, para pengungsi menerima pendidikan dan kursus Indonesia.
Pada bulan Mei 1979, pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN mengakibatkan perjanjian bahwa semua biaya akomodasi pengungsi akan ditanggung oleh UNHCR.
Kamp pengungsi dibangun, dan jumlah kapal di Pulau Galang terus tumbuh sampai mereka tinggal di sana selama hampir dua dekade.
Memasuki 1994, pemerintah mulai mengosongkan Pulau Galang untuk dipindahkan ke kawasan industri khusus. Sekitar 8.500 pengungsi dikirim ke Vietnam dengan bantuan TNI, sementara sisanya mencari tempat penampungan ke negara lain.
Pulau Galang juga meninggalkan jejak sejarah yang panjang sebagai simbol komitmen kemanusiaan Indonesia di masa lalu. Sekarang, sejarah memiliki potensi untuk diulang, kali ini untuk membantu orang -orang Gaza yang terluka oleh perang.
(ZDM/BAC)