Jakarta, Pahami.id —
Ketua Ikatan Cendekiawan Indonesia (ICMI) Arif Satria mengungkapkan, sistem politik Indonesia perlu dievaluasi secara menyeluruh agar tidak menjadi monopoli pihak yang memilikinya modal besar
“Menurut saya, jika melihat keseluruhan operasional sistem politik kita, nampaknya semakin tidak inklusif dan perlu ada penilaian yang komprehensif untuk memperbaikinya,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (6/7), seperti dilansir oleh di antara.
Gagasan tersebut disampaikan Arif yang juga Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) pada diskusi politik bertema ‘Pemilu 2024 dan Masa Depan Demokrasi Lokal’ di Jakarta, Jumat (5/7).
Ia melihat penerapan demokrasi di Indonesia semakin mahal. Situasi ini menyebabkan praktik politik menjadi semakin tidak inklusif. Menurutnya, sistem politik Indonesia kini semakin hanya memihak pada mereka yang punya uang karena demokrasi semakin mahal.
Selain itu, pendekatan transaksional dalam praktik politik semakin menjauhinya politik tinggi.
Bahkan pemilu legislatif menjadi ajang politik mencari uang, kata Arif.
Melihat situasi tersebut, Arif khawatir akan terjadi pergeseran budaya politik yang cenderung materialistis dan hanya berpihak pada politisi dengan dukungan modal finansial yang besar.
“Saya khawatir lama kelamaan sistem seperti ini akan membentuk budaya politik yang cenderung materialistis. Hanya mereka yang bermodal besar atau didukung investor bermodal besar yang bisa eksis dalam politik,” ujarnya.
Kata Arif, situasi ini jelas bertentangan dengan cita-cita membangun peradaban bangsa, dimana politik seharusnya menjadi alat untuk membangun peradaban, bukan sekedar perebutan kekuasaan tanpa ide.
Solusi dari keadaan tersebut adalah dengan melakukan pengkajian menyeluruh terhadap sistem politik Indonesia agar bangsa Indonesia kembali pada cita-cita para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Politik merupakan institusi untuk memperjuangkan terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia,” ujarnya.
(antara/arh)