Site icon Pahami

Berita Fakultas Hukum Undip Kaji Kasus Mardani H Maming, Desak Pembebasan


Jakarta, Pahami.id

Pakar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) pun mendesak agar Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming yang menjadi terpidana kasus suap Izin Usaha Pertambangan dan Produksi (IUPOP) segera dibebaskan dengan menerbitkan anotasi yang menyoroti kesalahan majelis hakim dalam keputusan yang relevan.

Penjelasan tersebut disampaikan pada konferensi pers di Kampus Fakultas Hukum Undip pada Rabu (30/10). Akademisi yang mempelajarinya antara lain Prof. Dr. Retno Saraswati, SH, M.Hum dari perspektif Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum dari perspektif Hukum Pidana dan Tata Usaha Negara.

Kemudian, juga akademisi Prof.Dr. Yunanto, SH, M.Hum dan Dr. Eri Agus Priyono, SH, M.Si yang masing-masing mempelajari ilmu hukum perdata. Dalam keterangannya, majelis hakim diduga melakukan kesalahan penilaian dan konstruksi transaksi perdata yang melibatkan beberapa perusahaan, seperti PT Prolindo Cipta Nusantara dan PT Angsana Terminal Utama, sebagai upaya menutup-nutupi tindak pidana korupsi.


“Analisis dan kajian anotasi ini mengacu pada fakta persidangan dan putusan hakim dalam putusan terhadap Mardani H. Maming selama ini,” ujar Retno Saraswati yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Undip.

Retno menilai keputusan majelis hakim terhadap Mardani terkesan tergesa-gesa dan tidak berdasarkan fakta yang akurat.

Berdasarkan analisis tim anotasi, tidak ada bukti konkrit yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam transaksi yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut, kata Retno.

Yos Johan mengutarakan tudingan majelis hakim pidana yang melakukan kekeliruan dan khilaf. Ketentuan yang dipidana terdakwa yakni pasal 97 ayat 1 UU 4 Tahun 2009 dinilai salah kaprah, karena larangan tersebut ditujukan kepada pemegang IUP dan IUPK.

Fakta peradilan menunjukkan bukti bahwa Mardani H. Maming sebagai bupati dan pejabat tata usaha negara mempunyai kewenangan atributif untuk menerbitkan IUP dan IUPK sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jelas Yos yang juga Profesor. Hukum Administrasi Negara.

Pada saat yang sama, tim anotasi juga menemukan bahwa seluruh transaksi bermula dari perjanjian yang sah dan sah antara pihak-pihak yang terlibat, dan tidak pernah dibatalkan. Jadi, tidak bisa disimpulkan sebagai tindakan korupsi.

Prof. Yunato menambahkan, penjelasan dari Fakultas Hukum Undip ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam proses hukum yang sedang berjalan, selain memberikan sudut pandang yang berbeda.

Yunato mengingatkan, pengadilan yang mempunyai kekuasaan atau kompetensi untuk memeriksa, memeriksa, dan mengambil keputusan organisasi adalah pengadilan tata usaha negara.

“Majelis hakim pidana diduga melakukan kekeliruan atau kekeliruan karena tidak mempunyai kuasa atau wewenang untuk meninjau kembali keputusan administratif yang dibuat oleh para narapidana dan kemudian menyatakan adanya pelanggaran administratif,” kata Yunanto.

Selasa (29/10), delegasi Badan Permusyawaratan Bantuan Hukum dan Opsi Penyelesaian Sengketa (LKBH-PPS) Fakultas Hukum UI mengunjungi Mahkamah Agung (MA) untuk menyerahkan dokumen berisi analisis hukum Mahkamah Agung. upaya peninjauan kembali oleh pengadilan. Putusan pengadilan atas nama Mardani H Maming.

Mewakili LKBH-PPS, Aristo Pangaribuan SH, LLM, PhD mengatakan putusan hukum terhadap Mardani H. Maming atas tuduhan korupsi tidak memenuhi standar pembuktian yang cukup sehingga sebaiknya dibatalkan.

“Setelah menganalisis beberapa dokumen dan putusan terkait kasus ini, kami berpendapat putusan terhadap narapidana pada forum sebelumnya sebaiknya dibatalkan, karena buruknya standar pembuktian dalam menjatuhkan hukuman. Padahal, dalam KUHAP, hakim pengadilan pidana harus aktif menggali kebenaran,” ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah besar akademisi dan pakar hukum dari UI, UGM, dan UII mendesak agar Mardani H Maming dibebaskan. Tekanan tersebut semakin terlihat setelah dilakukan pemeriksaan terhadap putusan hakim dan ditemukan adanya kekeliruan dan kekeliruan hakim dalam memberikan putusan.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UII, Dr Mahrus Ali menilai Mardani tidak melanggar seluruh pasal yang disangkakannya.

“Menurut penelusuran kami, Mardani H Maming tidak melanggar Pasal 93 UU Minerba, karena norma pasal itu berlaku bagi pemegang IUP, bukan bupati yang mengeluarkan perintah,” ujarnya.

Senada dengan itu, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) juga mengeluarkan anotasi dan kajian hukum yang turut menyoroti kesalahan hakim dalam kasus Mardani H Maming. Secara khusus, akademisi Dr Somawijaya mengatakan pembebasan Mardani H Maming merupakan simbol upaya melindungi harkat dan martabat hukum dan keadilan di Indonesia.

(rea/rir)


Exit mobile version