Jakarta, Pahami.id –
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Zona Fadli menyatakan hasil proyek penulisan ulang Sejarah akan dirilis bulan depan, Desember 2025.
Ia mengatakan, proyek penulisannya telah selesai sejak Agustus lalu dan kini dalam proses penyuntingan.
“Penulisan sejarahnya sudah selesai sejak bulan Agustus, sekarang dalam proses penyuntingan. Mudah-mudahan bulan depan saya kira,” kata Fadli di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/11).
Fadli mengatakan Kementerian Kebudayaan juga berniat menuliskan sejarah resmi pemerintahan pada beberapa topik khusus.
Ia menyinggung beberapa di antaranya, yakni sejarah kemerdekaan, perang mempertahankan kemerdekaan, dan sejarah pemerintahan.
“Sejarah Majapahit, Sejarah Padjadjaran, Sejarah Sriwijaya,” ujarnya.
Penulisan buku sejarah Indonesia ini melibatkan 112 sejarawan dari 34 universitas tanah air.
Naskah Buku Sejarah Indonesia yang diperbarui telah menjalani uji publik di Universitas Indonesia pada 25 Juli, Universitas Lambung Mangkurat pada 28 Juli, Universitas Negeri Padang pada 31 Juli, dan Universitas Negeri Makassar pada 4 Agustus.
Naskah Buku Sejarah memuat penemuan-penemuan baru dan hasil-hasil penelitian tentang sejarah Indonesia.
Fadli mengatakan, pemerintah perlu menulis buku sejarah dari sudut pandang Indonesia, bukan dari sudut pandang pemerintah kolonial.
Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang dipimpin Fadli Zon menuai kritik dan protes dari berbagai kalangan.
Sejumlah kalangan dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi menolak penulisan ulang sejarah dan dugaan penghapusan dosa orde baru di depan Kementerian Kebudayaan, Jakarta, pada 26 Juni 2025.
Penolakan ini didasari oleh beberapa pokok pikiran, antara lain rencana penulisan sejarah Indonesia yang dianggap sebagai proyek besar berupa rekayasa masa lalu bangsa Indonesia dengan penafsiran tunggal.
Penulisan ‘sejarah resmi’ negara dinilai berpotensi menghilangkan fakta sejarah masa lalu, khususnya pelanggaran HAM.
Sejarawan sekaligus anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana pun meminta Kementerian Kebudayaan menghentikan proyek penulisan sejarah jika masih selektif dan parsial.
Bonnie mengatakan sejarah tidak ditulis hanya untuk kepentingan penguasa. Menurut Bonnie, sejarah tidak boleh selektif dalam mengambil satu bagian dan meninggalkan bagian lainnya.
“Jangan menulis sejarah melalui pendekatan kekuasaan yang selektif dan memihak dengan pertimbangan politik. Kalau sampai terjadi, lebih baik proyek penulisan sejarah ini dihentikan,” kata Bonnie saat dihubungi, Rabu (18/6).
Pernyataan itu disampaikannya sembari mengkritisi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang meragukan rangkaian kekerasan dan pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa pada kerusuhan Mei 1998.
Menurut Bonnie, pandangan subjektif Fadli Zon tidak bisa memungkiri bahwa peristiwa memilukan tragedi ’98 tidak pernah terjadi.
“Apa yang dikatakan Menteri Kebudayaan tidak ada, bukan berarti tidak terjadi,” kata politikus PDIP itu.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengingatkan, penulisan ulang sejarah Indonesia dilakukan secara objektif dan tidak ditulis oleh penguasa.
Hal ini disampaikan Arief menanggapi rencana pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan mengenai proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Proyek ini juga baru-baru ini diteliti karena menghilangkan beberapa bab, khususnya mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Ada pepatah, sejarah ditulis oleh orang yang berkuasa, jadi ketika menulis sejarah yang akan dilakukan, jangan gunakan pepatah itu, sejarah harus ditulis secara obyektif, bukan ditulis oleh orang yang berkuasa, itu saja, kata Arief kepada wartawan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6).
(MNF/ISN)

