Site icon Pahami

Berita Eks Hakim MK Jadi Ahli di Sengketa Pileg, Kritik Penyelenggara Pemilu


Jakarta, Pahami.id

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi ahli dalam sidang pembuktian perselisihan hasil pemilu (PHPU) kasus hukum 92 diajukan oleh PANCI di Gedung Mahkamah Konstitusi hari ini, Senin (27/5).

Dalam sidang tersebut, Aswanto awalnya membahas penggelembungan suara. Aswanto mengatakan pengurangan atau penggelembungan suara calon anggota parlemen tertentu adalah sebuah kejahatan.


Pasal 505, Anggota KPU, Kabupaten, Provinsi, Kota, KPPS yang kelalaiannya mengakibatkan hilangnya atau perubahan rekapitulasi hasil suara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun, kata Aswanto.

Aswanto mengatakan, dugaan penggelembungan atau pengurangan suara perlu dibuktikan terlebih dahulu. Ia pun menyinggung soal penyelenggaraan pemilu 2024.

<!–

ADVERTISEMENT

/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>

Dalam persidangan, Aswanto ditanya oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh apakah pemilu 2024 merupakan pemilu terburuk atau bukan.

Aswanto meminta penyelenggara pemilu tidak langsung dicap buruk. Meski demikian, dia menilai penyelenggara pemilu tetap perlu diberi catatan.

Menurutnya, saat ini untuk menjadi bagian penyelenggara pemilu harus memilikinya cadangan Partai-partai politik.

“Saya mohon kepada rekan-rekan penyelenggara untuk tidak mencap penyelenggara tahun ini sebagai penyelenggara yang paling buruk, kita harus jujur ​​agar kedepannya kita bisa lebih baik lagi,” ujarnya.

“Jangan begitu lagi, jangan pernah bermimpi untuk lolos menjadi penyelenggara kalau tidakcadangan oleh partai politik tertentu. “Saya minta maaf karena berbicara kasar di sana,” tambahnya.

Aswanto mengaku ada beberapa temannya yang datang dan membicarakan pemilu. Mereka mengadu kepada Aswanto karena tidak lolos pemilu menjadi penyelenggara pemilu.

Menurut dia, untuk menjadi bagian penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu diminta membuat kesepakatan.

“Dan saya punya data untuk itu, saya catat beberapa teman yang datang, katanya ‘Saya disuruh tanda tangan tapi tidak mau’, jadi saya tidak lulus,” kata Aswanto.

Aswanto mengatakan, kesepakatan dan penandatanganan itu dilakukan karena KPU dan Bawaslu selalu berkoordinasi dalam penanganan perkara pemilu partai politik tertentu.

“Saya mendapat informasi dari rekan-rekan di Bawaslu, provinsi, kabupaten/kota, jika ada pihak tertentu yang melakukan pelanggaran maka orang KPU, orang Bawaslu berkoordinasi dengan parpol terkait sebelum menangani kasus tersebut,” ujarnya.

Dalam petitum perkara nomor 92, PAN meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil Pemilu Jabar VI calon DPR.

(yla/fra)

!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);

Exit mobile version