Site icon Pahami

Berita DPR Dorong Restorative Justice Kasus Guru SD vs Keluarga Polisi Sultra


Jakarta, Pahami.id

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mendorong pendekatan pemulihan (keadilan restoratif/RJ) dalam kasus seorang guru honorer SD Negeri yang menghukum anak seorang polisi di Sulawesi Tenggara.

Kasus yang melibatkan guru honorer SDN 04 Baito, Konawe Selatan, Supriyani (36) kini diketahui sudah dibawa ke pengadilan. Petugas polisi melaporkan bahwa guru tersebut menganiaya putranya. Guru tersebut menjadi tersangka dan diadili di Pengadilan Negeri Andoolo.

Cucun mengaku turut prihatin atas kasus yang menimpa Supriyani. Dia berpendapat seharusnya kasus ini diselesaikan sejak awal secara damai.


“Kami menyayangkan adanya kasus hukum yang melibatkan salah satu guru honorer, Bu Supriyani. Seharusnya permasalahan ini diselesaikan sejak awal dengan cara damai,” kata Cucun dalam kesaksiannya, Kamis (23/10).

Keadilan restoratif adalah proses penyelesaian perkara pidana melalui beberapa cara di luar pengadilan.

Prosesnya melibatkan semua pihak terutama pelaku, korban, keluarga dan masyarakat melalui mediasi penal, rehabilitasi, resosialisasi, restitusi, reparasi dan kompensasi.

Menurut Cucun, meski penangkapan Supriyani kini ditangguhkan pengadilan, namun kasus hukumnya masih berjalan.

Sidang perdana kasus Supriyani digelar di Pengadilan Negeri Andoolo hari ini.

“Ada berbagai pedoman hukum yang memungkinkan kasus guru Supriyani diselesaikan dengan pendekatan RJ. Kami berharap hakim yang bijaksana mempertimbangkan penerapan RJ dalam kasus ini,” kata Cucun.

Dalam persidangan hari ini, Supriyani didakwa melakukan kekerasan terhadap anak.

Sidang dipimpin oleh ketua hakim Stevie Rosano serta masing-masing anggota Sigit Jati Kusumo dan Vivy Fatmawati Ali.

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 80 ayat (1) dan Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang pembentukan pemerintahan penerus Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,” kata dia yang juga Ketua Kejari Kabupaten Konawe Selatan, dalam sidang, Kamis (24 /10).

Sementara itu, terdakwa Supriyani membantah isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan dalam persidangan.

“Semua itu tidak benar, saya tidak melakukan itu,” kata Supriyani usai sidang di Pengadilan Negeri Andoolo, Kamis.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Samsuddin, meninjau kembali isi dakwaan JPU yang dibacakan di hadapan majelis hakim PN Andoolo. Menurut dia, ada kejanggalan dalam dakwaan jaksa.

“Klien kami tidak melakukan perbuatan seperti itu, banyak kejanggalan dalam tuduhannya. Maka kami mengajukan eksepsi atau keberatan pada Senin (28/10),” kata Samsuddin.

Dalam sidang penuntutan, ia didakwa dengan dua dakwaan, dakwaan pertama, terdakwa dianggap melanggar pasal 80 ayat (1) juncto pasal 76C UU RI no. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang keputusan pemerintah mengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kemudian pada dakwaan kedua, terdakwa dianggap melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.

(thr, mir/anak)


Exit mobile version