Jakarta, Pahami.id –
Direktur Tidak masuk akal Ardi Manto Adiputra melaporkan tindakan kekerasan terhadapnya kepada polisi metropolitan Jakarta pada hari Selasa (9/9). Ardi mengakui bahwa mobilnya telah dicuri dan dokumen -dokumen pentingnya hilang karena tindakan kekerasan.
Ardi mengakui bahwa dia telah menderita kekerasan dari Desember 2024 hingga September 2025. Akhirnya, mobilnya telah dicuri oleh orang asing di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada hari Senin (8/9).
“Yang terakhir adalah penghancuran mobil saya dan beberapa teman yang tidak mungkin, staf kami yang lain juga mengalami pengejaran, pemecatan di tengah jalan dalam beberapa tahun tahun lalu,” kata Ardi di WIB Jakarta Metropolitan pada Selasa (9/9) WIB.
Ardi mencurigai bahwa tindakan teroris telah dilakukan untuk merusak tidak adil yang sering mengkritik berbagai masalah, dari hak asasi manusia hingga demokrasi. Namun, Ardi menolak untuk menuduh siapa yang berada di balik kekerasan ini.
“Kami menganggap ini sebagai serangan terhadap pekerjaan kami sebagai pembela hak asasi manusia yang menyuarakan isu -isu terkait dengan demokrasi, deformasi sektor keamanan, hak asasi manusia,” katanya.
“Kami tidak ingin menuduh, tetapi ada pola yang terlihat, dibaca, ketika kami mengkritik beberapa peristiwa yang terjadi akhir -akhir ini, kemudian menyerang teman -teman yang tidak adil, termasuk saya, serta kantor, dan teman -teman lainnya, itu terjadi,” katanya.
Dalam pencurian mobilnya, Ardi mengatakan tidak ada yang berharga yang hilang selama pencurian. Namun, dokumen yang terkait dengan kegiatan yang tidak adil telah hilang, diduga diambil oleh dugaan pelaku.
“Ini adalah dokumen kegiatan bahwa jika jatuh di tangan pencuri, itu tidak berguna, tetapi jika jatuh di tangan orang yang tepat -sebenarnya memiliki niat untuk melemahkan pekerjaan kita, itu mungkin berguna,” katanya.
Laporan ARDI diterima oleh polisi dengan nomor LP/B/6318/IX/SPKT dari Polisi Metropolitan Jakarta tertanggal 9 September 2025.
Selain itu, Ardi berharap polisi dapat menyelidiki laporan ini dengan cermat, termasuk menemukan dalang dan motif di balik aksi kekerasan.
“Itulah motifnya, siapa yang melakukannya, apakah ini adalah kejahatan murni, kejahatan biasa atau motif lain yang bertujuan merusak pekerjaan pertahanan hak asasi manusia,” katanya.
(Dis/wiw)