Jakarta, Pahami.id –
Presiden Suriah Ahmed Al-SharaA Menjejakkan kaki di Amerika Serikat pada Sabtu (8/11), sehari setelah Negeri Paman Sam menghapusnya dari daftar hitam terorisme.
Kunjungan resmi ini merupakan kunjungan pertama Al Sharaa ke AS. Kunjungan ini juga merupakan kunjungan pertama Presiden Suriah ke Negeri Paman Sam sejak kemerdekaan pada tahun 1946.
Sharaa dijadwalkan bertemu Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada hari Senin. Keduanya akan membahas berbagai kerja sama termasuk rencana pembangunan pangkalan militer AS di Damaskus.
“[Rencana AS mendirikan pangkalan di Damaskus] untuk mengoordinasikan bantuan kemanusiaan dan memantau perkembangan antara Suriah dan Israel,” kata sumber diplomatik di Suriah AFP dikutip pada Minggu (9/11).
Sementara itu, utusan AS untuk Suriah Tom Barrack mengatakan Sharaa “diharapkan” menandatangani perjanjian untuk bergabung dengan koalisi internasional pimpinan AS melawan kelompok teroris, khususnya ISIS.
Beberapa orang menduga kunjungan Sharaa ke Amerika Serikat adalah untuk mencari bantuan dalam membangun kembali Suriah setelah 13 tahun perang saudara.
Pakar dan direktur program krisis internasional AS, Michael Hanna, mengatakan kunjungan presiden Suriah ke Gedung Putih juga merupakan bukti lebih lanjut komitmen pemerintahan Trump terhadap Suriah baru.
“Dan momen yang sangat simbolis bagi pemimpin baru negara ini, sehingga menandai langkah selanjutnya dalam transformasi luar biasa dari pemimpin milisi menjadi negarawan global,” kata Hanna.
Kunjungan Sharaa ke AS terjadi setelah negara tersebut menghapus pemimpin Suriah dari daftar hitam teroris.
Sharaa merupakan pemimpin milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) yang diduga berafiliasi dengan kelompok Al Qaeda.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Tommy Pigot mengatakan pemerintah Sharaa telah memenuhi tuntutan tersebut, termasuk berusaha menemukan orang Amerika yang hilang dan menghancurkan senjata kimia yang tersisa.
Pigot juga mengatakan penghapusan daftar tersebut akan meningkatkan keamanan Suriah, stabilitas regional, dan proses politik yang inklusif.
“Tindakan ini diambil sebagai pengakuan atas kemajuan yang ditunjukkan oleh kepemimpinan Suriah setelah Bashar al-Assad dan penindasan selama lebih dari 50 tahun di bawah rezim Assad runtuh,” kata Pigott.
Sejak Sharaa berkuasa, Suriah tampak melepaskan diri dari masa lalu dan mencoba membangun citra moderat. Namun, terorisme dan keamanan masih menjadi masalah utama di sana.
(ISA/MIC)

