Site icon Pahami

Berita Demo Besar Tolak Kuota PNS di Bangladesh Menggila, 105 Orang Tewas


Jakarta, Pahami.id

Ddemonstrasi penolakan besar-besaran terhadap kuota PNS di Bangladesh Makin menggila, korban tewas mencapai 105 orang, Jumat (19/7).

“Sebanyak 24 kematian dilaporkan dari tiga rumah sakit di ibu kota Dhaka dan enam kematian lainnya di kota utara Rangpur, menambah 75 kematian yang dilaporkan sebelumnya,” menurut data rumah sakit yang dikutip. AFPSabtu (20/7).

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban demonstrasi berujung kekerasan di Bangladesh.


Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan seluruh WNI yang berada di Bangladesh dalam keadaan selamat dan selamat.

“KBRI Dhaka telah menjalin hubungan dengan WNI di Bangladesh. Hingga saat ini situasi mereka masih aman dan tenteram,” kata Judha dalam keterangan resmi, Jumat (19/7).

Judha mengatakan KBRI juga telah mengeluarkan imbauan kepada WNI untuk waspada, menghindari kerumunan, menaati instruksi otoritas setempat dan segera menghubungi hotline KBRI di Dhaka jika menghadapi keadaan darurat.

Berdasarkan data laporan mandiri KBRI Dhaka, terdapat 563 WNI yang saat ini tinggal di Bangladesh.

Demonstrasi di Bangladesh yang mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa, aktivis pro-pemerintah dan petugas polisi Bangladesh juga menyebabkan ratusan orang terluka.

Bentrokan itu terjadi setelah berminggu-minggu protes mahasiswa yang damai terhadap sistem kuota pekerjaan pemerintah.

Mahasiswa meminta agar skema berbasis prestasi diterapkan.

Pemerintah Bangladesh saat ini menerapkan sistem kuota yang memberikan hingga 30 persen pekerjaan di pemerintahan kepada keluarga veteran perang tahun 1971.

Menurut para kritikus, sistem ini diskriminatif karena hanya menguntungkan anak-anak pro-Perdana Menteri Sheikh Hasina dan merugikan anak-anak berprestasi.

Pada tahun 2018, pemerintahan Hasina menghentikan sistem kuota ini menyusul protes besar-besaran mahasiswa.

Namun bulan lalu, Pengadilan Tinggi Bangladesh membatalkan keputusan tersebut dan menerapkan kembali sistem kuota setelah keluarga para veteran tahun 1971 mengajukan petisi.

(tim/bukan)



Exit mobile version