Site icon Pahami

Berita Delapan Siswa SMA Binus Simprug Diskors Buntut Dugaan Perkelahian


Jakarta, Pahami.id

Sebanyak delapan siswa sekolah menengah Binus SimprugJakarta Selatan, mendapat hukuman percobaan menyusul perkelahian yang diduga terjadi di sekolah. Sanksi diberikan berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan pihak sekolah.

Hal tersebut disampaikan Ketua Pengurus Nasional Persatuan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Otto Hasibuan yang merupakan pengacara SMA Binus Simprug dalam jumpa pers, Sabtu (14/9) sore.

“Karena tawuran seperti ini, pihak sekolah mengambil tindakan untuk memberhentikannya. Tindakan langsung dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat,” kata Otto.


Di sana ditemukan delapan orang yang menurut asesmen bisa diberhentikan sementara, lanjutnya.

Otto mengatakan, pihak sekolah belum bisa mengakomodir permintaan pelapor yang merupakan siswa berinisial RE yang menginginkan agar terlapor dikeluarkan dari sekolah.

“Kita tidak boleh mengambil sikap seperti itu dulu (memecat seorang mahasiswa), karena ini mahasiswa ya? Bagaimana kita bisa langsung memecatnya? jelas Otto.

Nanti kalau proses lebih lanjut terbukti ada tindak pidana lain, pasti ada sanksi yang lebih tegas dari itu. Jadi, pihak sekolah selalu mempertimbangkan yang terbaik untuk siswanya, imbuhnya.

Otto membantah tudingan RE yang melapor ke polisi terkait dugaan perundungan, pelecehan seksual, dan pengeroyokan pada akhir Januari tahun ini. Ia mengklaim, yang sebenarnya terjadi adalah perkelahian.

Dalam jumpa pers tersebut, Otto juga mempertunjukkan empat video yang terdiri dari dua kamera pengintai atau video CCTV di luar toilet pada 30 dan 31 Januari 2024, satu video CCTV di kantin pada 30 Januari 2024, dan satu video diperoleh dari telepon seluler. seorang saksi yang tidak diketahui. identitasnya terungkap.

Dalam video CCTV kantin sekolah terlihat beberapa orang termasuk pelapor. Terjadi ketegangan saat pelapor dan siswa lainnya melakukan kontak fisik yaitu mencabut rambut.

Sementara itu, dalam video CCTV di luar toilet pada 30 Januari 2024, terlihat pelapor dan 17 siswa lainnya masuk ke dalam toilet. Tidak diketahui apa yang terjadi di sana. Namun puluhan orang keluar dari toilet dengan reporter masih tertawa.

Sementara itu, dalam rekaman CCTV di luar toilet pada 31 Januari 2024, terlihat pelapor dan tiga belas siswa lainnya masuk ke dalam toilet. Ada jeda panjang saat mereka masuk dan keluar. Pelapor adalah orang terakhir yang meninggalkan toilet.

Berdasarkan rekaman kamera ponsel yang diperoleh pihak sekolah, terjadi perkelahian antara pelapor dengan salah satu siswa yang bertubuh lebih pendek darinya. Perkelahian tersebut disaksikan puluhan mahasiswa lainnya.

Ternyata yang terjadi di sana para siswa sepakat untuk bertinju, bertarung. Jadi, bertarung satu lawan satu. Setelah itu selesai, kata Otto.

Ia menambahkan, pihak sekolah tidak mempunyai waktu untuk bertindak sebagai mediator terkait perselisihan antar siswa. Sebab, kata dia, kejadian tersebut sudah dilaporkan ke polisi pada hari yang sama, 31 Januari 2024.

Begini, kejadiannya tanggal 31, langsung tanggal 31 orang tua (pelapor) lapor. Jadi, tidak ada penundaan. Jadi, tidak diberi kesempatan (menjalankan) restorative justice di antara mereka, kata Otto.

Meski begitu, Otto menegaskan pihak sekolah mau bekerja sama membantu proses yang dilakukan pihak kepolisian.

“CCTV ini juga kita serahkan ke polisi. CCTV ini kita serahkan ke polisi, silakan kita buka, apa pun akan kita buka, lihat. Kalau ada apa-apa di sana, kita proses secara hukum,” ujarnya.

(ryn/tsa)



Exit mobile version