Jakarta, Pahami.id —
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan Nadiem Makarim menerima Rp 809 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook saat masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek).
Selain itu, ada 25 perusahaan yang diperkaya dengan pengadaan laptop edukasi.
Soal besaran kuota yang diterima Nadiem terungkap dalam sidang perdana dakwaan terhadap salah satu terdakwa Sri Wahyuningsih dalam kasus ini. Jaksa penuntut umum menyebut total kerugian dalam program digitalisasi Kemendikbud mencapai Rp 1,5 triliun.
“Memperkaya dirinya sendiri atau orang lain atau korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000,” kata Jaksa Penuntut Umum Roy Riady saat membacakan dakwaan Sri.
Sri merupakan salah satu dari tiga terdakwa yang menghadiri sidang perdana perkara digitalisasi pengadaan Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) yang digelar pada 2019-2022 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Pada era Nadiem, beliau pernah menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar (SD) pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020-2021 serta Kuasa Pengguna Anggaran pada Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun Anggaran 2020-2021.
Jaksa penuntut umum menyebut perbuatan tersebut dilakukan Sri Wahyuningsih bersama tiga terdakwa lainnya yakni Nadiem Makarim, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Ibrahim Arief (IBAM) sebagai konsultan, dan mantan staf khusus Nadiem, buron Ahli Fiqih Tan.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, perolehan chromebook dan CDM tahun anggaran 2020-2022 tidak sesuai rencana,
25 Pihak diperkaya
Selain itu, dalam tuntutan jaksa terungkap 25 pihak yang diduga penerima dana dalam kasus dugaan korupsi perolehan Chromebook di era Nadiem.
Hal itu terungkap dalam sidang pendahuluan tiga dari empat terdakwa kasus tersebut.
Nadiem, sebagai satu-satunya terdakwa yang tidak hadir, mengatakan jaksa juga menerima aliran dana.
Selain Nadiem, tersangka penerima dana ada 13 orang dan 12 perusahaan.
Roy mengatakan, total kerugian negara akibat aliran dana tersebut mencapai Rp2,1 triliun. Jumlah tersebut belum termasuk kerugian khusus dari akuisisi proyek yang mencapai Rp 600 miliar.
Jumlah tersebut berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) pada 4 November 2025.
(anak-anak)

