Daftar isi
Jakarta, Pahami.id —
DPR periode 2019-2024 telah berakhir setelah diadakan rapat pleno tutup pada Senin, (30/9) hari ini.
Dalam rapat tersebut, DPR mengusulkan agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas DPR periode 2024-2029.
Kemudian, DPR mengusulkan agar RUU Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) tetap dibahas DPR periode 2024-2029 atau mengembalikan.
Berikut beberapa RUU penting yang berpotensi masuk dalam Prolegnas atau dimasukkan ke dalam Prolegnas.mengembalikan DPR periode 2024-2029 berdasarkan ringkasan CNNIndonesia.com.
RUU PPT
Penyusunan RUU ini telah berlangsung hampir lebih dari dua dekade atau 20 tahun. Namun hingga saat ini DPR belum menggelar rapat kerja untuk membahas RUU tersebut pada tahap pertama.
Bahkan, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya pada 20 Juli lalu mengisyaratkan RUU ini akan disahkan sebelum DPR periode 2019-2024 dibubarkan.
Apalagi, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) dan menunjuk perwakilan pemerintah untuk membahasnya dengan DPR.
“Jokowi sudah kirimkan Perpresnya, sudah ada DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) bahkan sudah ada tim. Kalau begitu, kami dan tim bentukan pemerintah sudah beberapa waktu membangun kesepahaman jadi tinggal menunggu saja. itu agar pimpinan (DPR RI) memberi kode untuk maju, menurut saya begini Tidak Hingga pekan ini berakhir, ini akan menjadi kado terbaik di periode ini untuk membela kelompok marginal, kata Willy dikutip Antara.
RUU Mahkamah Konstitusi
RUU perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) kini telah disetujui DPR pada tingkat pertama periode 2019-2024.
Perjanjian tahap pertama ini sempat kontroversial karena dilakukan secara rahasia.
Kalau DPR periode 2024-2029 setujumengembalikan RUU ini kemudian dapat disahkan menjadi undang-undang pada sidang paripurna berikutnya.
RUU TNI-Polri
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR telah menerima Surat Presiden (Surpres) untuk membahas RUU TNI-Polri.
Meski begitu, Ketua Divisi DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan, pihaknya memutuskan untuk menunda pembahasan RUU TNI-Polri.
Maka, hari ini Baleg memutuskan untuk menunda atau membatalkan pembahasan UU TNI/Polri, kata Ketua Baleg DPR Wihadi Wiyanto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/8).
RUU ini sebelumnya mendapat kritik dari masyarakat sipil karena dianggap mengembalikan semangat dwifungsi ABRI.
RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset Pidana (RATP) atau sering disingkat RUU Perampasan Aset kembali gagal disetujui DPR pada periode 2019-2024.
Belakangan, RUU ini juga mendapat perhatian karena Presiden Jokowi meminta DPR bertindak cepat untuk menyetujui RUU tersebut.
Meski begitu, Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni mengatakan, DPR periode 2019-2024 tidak mungkin mengesahkan RUU tersebut karena waktu yang tidak cukup.
“Masih ada beberapa hari lagi untuk masa uji coba ini, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk masa uji coba berikutnya, di waktu yang baru,” kata Sahroni di Universitas Borobudur, Jakarta, Minggu (8/9).
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), rancangan RUU Perampasan Aset pertama kali disusun pada tahun 2008. Namun, butuh waktu lebih dari satu dekade sebelum RUU tersebut masuk Prolegnas.
RUU Aborigin
Hingga saat ini, nasib RUU Hukum Aborigin belum cukup jelas untuk segera disahkan menjadi undang-undang.
Merujuk laman resmi DPR, RUU Orang Asli baru mencapai tahap harmonisasi. Meski masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas, RUU Aborigin belum juga maju sejak dibahas pada tahun 2020.
Sebelum sampai pada tahap pengambilan keputusan, RUU ini masih perlu melalui beberapa tahapan, mulai dari penetapan usulan inisiatif, hingga pembahasan.
Aliansi Orang Asli Nusantara (AMAN) dan masyarakat Orang Asli pun menggugat Presiden dan DPR RI karena tidak menjalankan tugas dan kewenangan pembentukan UU Orang Asli.
Mereka kesal dengan DPR dan pemerintah yang tidak melanjutkan pembahasan RUU tersebut sejak hampir 15 tahun lalu.
(Senin/Senin)