Surabaya, Pahami.id —
Kegiatan resensi buku Atur ulang Indonesia produksi beberapa jurnalis senior menjadi sorotan setelah dibubarkan penguasa di Madiun, Jawa Tengah.
Namun, pemandangan berbeda terjadi di dalamnya Kabupaten TrenggalekJawa Timur. Pejabat daerah termasuk bupati bahkan ikut berdiskusi di hutan kota.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin atau Mas Ipin turut hadir dan menjadi pembicara dalam upacara tersebut.
Dalam kegiatan bersama tersebut, ratusan pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Trenggalek mengikuti survei buku Atur ulang Indonesia di Amphitheater Hutan Kota Trenggalek, Senin (22/12).
Mas Ipin mengatakan, tujuan utama mengundang ASN untuk mengikuti bedah buku ini adalah agar bawahan dapat mengkritisi dirinya sendiri dan membuka wawasan berpikir agar Pemprov terus berbenah ke arah yang lebih baik.
Salah satu pihak yang paling bertanggung jawab membawa perubahan di Kabupaten Trenggalek adalah pemerintah. Oleh karena itu saya mengajak ASN untuk berani mengkritisi diri sendiri, kata Mas Ipin dalam keterangan resminya yang dikutip Selasa (23/12).
Buku Atur ulang Indonesia merupakan hasil kolaborasi empat jurnalis yakni Farid Gaban, Dandhy Laksono, Yusuf Priambodo, dan Benaya Harobu.
Buku ini mengkaji berbagai permasalahan struktural di Indonesia dan menawarkan solusi berdasarkan penelitian lapangan dan ekspedisi jurnalistik selama 15 tahun, dengan fokus pada isu-isu agraria, lingkungan hidup, dan kebijakan publik untuk menciptakan negara yang lebih berkeadilan.
Dari seluruh gagasan yang ada dalam buku tersebut, Mas Ipin mengaku paling setuju dengan konsep keseimbangan antara ekonomi dan ekologi. Menurutnya, pendekatan tersebut sejalan dengan arah pembangunan Kabupaten Trenggalek.
Bagaimana ekonomi bisa tumbuh dengan tetap menjaga ekologi. Itu yang selama ini menjadi perhatian Trenggalek, kata politikus PDIP itu.
Menurutnya, ASN perlu mulai membangun logika permodalan dalam arti memperkuat kapasitas fiskal dan struktur perekonomian masyarakat. Namun hal tersebut harus dilakukan dengan perilaku ramah lingkungan dan berlandaskan keadilan sosial.
“Semua yang kita peroleh dari negeri ini perlu dikembalikan dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran rakyat,” ujarnya.
Misalnya, kata Mas Ipin, pengelolaan air bersih sebagai bentuk keseimbangan. Menurutnya, pelayanan prima kepada masyarakat tidak terlepas dari kesehatan keuangan daerah.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Trenggalek pun mencari sumber pendapatan lain, salah satunya melalui lini usaha air minum dalam kemasan (AMDK).
“Kedepannya kami akan memprioritaskan layanan air untuk pusat industri dan kepentingan dunia usaha. Keuntungan yang didapat akan kami investasikan kembali untuk memperluas layanan air bersih kepada masyarakat,” jelas Mas Ipin.
Terkait isu lingkungan hidup, ia menampik anggapan bahwa Trenggalek sedang melaksanakan kebijakan nol pencatatan. Menurutnya, masih terdapat hutan produksi kayu khususnya sengon yang mayoritas berada di hutan rakyat.
“Untuk hutan lindung dan hutan negara, kita maksimalkan tanaman ekonomi yang tidak perlu ditebang. Begitulah cara kita menjaga hutan,” kata Mas Ipin.
Mas Ipin juga menyarankan agar kegiatan bedah buku seperti ini terus digalakkan. Menurutnya, orang yang tidak maju adalah orang yang gagal menegur dan mengoreksi dirinya sendiri.
“Selama kita tidak mempertanyakan pemikiran dan perilaku kita sendiri, maka segalanya tidak akan berjalan mulus. Saya merekomendasikan buku ini kepada siapa pun, terutama para wali untuk terus mencari alternatif yang lebih adil, lebih adil bagi rakyat, dan lebih adil bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Namun Mas Ipin menegaskan, dirinya belum sepenuhnya setuju dengan seluruh gagasan yang disampaikan dalam buku tersebut Atur ulang Indonesia Itu.
Salah satunya terkait gagasan pemanfaatan air seutuhnya untuk kepentingan masyarakat, yang menurutnya masih perlu dikaji dengan pendekatan keberlanjutan fiskal dan pelayanan publik.
Sebelumnya, Anggota Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian (KPRP) Mahfud MD menyatakan pembatalan diskusi dan bedah buku Reset Indonesia di Gunungsari, Kabupaten Madiun, Jawa Timur pada Sabtu malam (20/12) merupakan tindakan yang tidak bisa diterima.
Itu dari segi melanggar aturan. Aparat keamanan melanggar, polisi melanggar, itu tidak boleh, kata Mahfud usai menggelar audiensi bersama seniman dan budayawan, Bantul, DIY, Senin (22/12) sore.
Menurut Mahfud, pembubaran di Madiun merupakan yang pertama dari serangkaian pembahasan yang dilakukan di kota lain. Menurut dia, kejadian tersebut perlu diusut secara terbuka.
“Harus diselesaikan secara terbuka, masalahnya siapa yang mengarahkan? Katanya ada operasi dari lembaga lain, itu yang kemudian dimintai keterangan oleh polisi,” kata mantan Menko Polhukam itu.
“Tapi, nanti kita tidak tahu karena bukunya sudah beberapa kali diluncurkan dan di berbagai tempat tidak ada masalah dan bukunya bagus, tidak ada provokasi,” ujarnya.
Sebelumnya, polisi wilayah Madiun buka-bukaan soal likuidasi bedah buku tersebut Atur ulang Indonesia di lokasi itu.
Kapolsek Nglames AKP Gunawan membenarkan adanya informasi mengenai kegiatan diskusi buku tersebut Atur ulang Indonesia dari panitia. Namun, dia mengaku ada kejanggalan waktu dalam dokumen pemberitahuan tersebut.
Ada peringatan tapi dalam bentuk PDF, melalui aplikasi pesan singkat, sebenarnya malam itu. Tapi tanggalnya juga tidak sesuai, kata Gunawan.
Ia menduga penghentian acara tersebut berasal dari pihak mukim atau pemerintah desa yang menganggap kegiatan tersebut tidak mendapat izin. Meski begitu, Gunawan menegaskan agar polisi bertindak persuasif.
“Yang jelas kami bujuk. Ada warga yang berkumpul, namun tanggung jawab kami untuk memastikan adanya aktivitas,” ujarnya.
Gunawan menegaskan, polisi tetap bertanggung jawab menjaga keamanan aktivitas masyarakat, baik izin maupun sekedar pemberitahuan kejadian.
(frd/anak)

