Jakarta, Pahami.id –
Badan Gizi Nasional (BGN) mendorong seluruh unit pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di seluruh Indonesia untuk segera memiliki Sertifikat Sanitasi (SLHS). Mitra/yayasan di seluruh SPPG diberikan waktu satu bulan untuk mendaftar ke layanan kesehatan.
Deputi Bidang Investigasi dan Komunikasi Publik BGN, Nanik Sudaryati Deyang menyatakan, kepemilikan SLHS sangat penting bagi setiap SPPG. Sebab, persoalan kebersihan dan sanitasi merupakan persoalan sensitif.
Menurut Nanik yang juga Ketua Harian Tim Koordinasi Antar Kementerian dan Lembaga dalam Implementasi Program Pangan Bergizi Gratis (MBG), Presiden Prabowo Subianto pun menaruh perhatian terhadap permasalahan tersebut. Untuk itu pimpinan SPPG dan mitra pengelola/yayasan dihimbau untuk menyadari pentingnya SLH.
“Jika ada SPPG yang tidak segera mendaftar dalam waktu 30 hari ke depan, dapurnya akan kami tutup sementara,” kata Nanik di Jakarta, Selasa (11/11).
SLHS merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan setempat yang menyatakan bahwa usaha yang bergerak di bidang makanan, minuman, dan fasilitas umum telah memenuhi standar kebersihan dan sanitasi. Sertifikat ini wajib dimiliki oleh pelaku usaha sebagai bukti bahwa usaha yang bersangkutan telah memenuhi standar kebersihan dan kesehatan.
Sesuai ketentuannya, sertifikat tersebut berlaku selama satu tahun dan harus diperpanjang agar usahanya tetap sah. Sejak program MBG dilaksanakan, setiap SPPG yang melaksanakan program MBG di lapangan wajib memiliki SLHS. Pengolahan SLHS dimulai dari kelengkapan dokumen, pemeriksaan lapangan, hingga pengujian laboratorium.
“Setiap SPPG harus memiliki SLHS, karena itu merupakan bukti bahwa SPPG telah memenuhi standar kebersihan dan kesehatan,” kata Nanik.
Dalam rapat tim koordinasi lintas/lembaga pelaksanaan program MBG akhir pekan lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, dari 14 ribu lebih SPPG yang sudah beroperasi, hanya sekitar 4.000 SLH yang mendaftarkan SLH ke layanan kesehatan setempat.
Dari jumlah itu, sebanyak 1.287 SPPG telah mendapat SLHS, dan sekitar 10 ribu SPPG belum mendaftar. Menanggapi laporan Kementerian Kesehatan tersebut, BGN kemudian menginstruksikan pimpinan SPPG seluruh Indonesia untuk segera mengurus pendaftaran SLHS dengan mitra/yayasan.
“Kepala SPPG harus menginformasikan, menasehati dan mendorong mitra/yayasan yang belum mendaftarkan SLH untuk SPPG-nya agar segera mengelolanya ke dinas kesehatan kabupaten/kota setempat,” kata Deputi Bidang Operasional Pemenuhan Gizi BGN, Sony Sonjaya.
Peraturan SLHS diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/per/vi/2011 dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2023. Peraturan ini mengatur tentang standar higienitas sanitasi dalam pelayanan pangan, termasuk kewajiban pelaku usaha pangan untuk memenuhi persyaratan kesehatan.
Selain peraturan tingkat nasional, pemerintah daerah juga mempunyai kewenangan untuk menetapkan peraturan tambahan melalui peraturan daerah. Peraturan daerah mengatur tentang tata cara teknis pengajuan SLH, biaya retribusi, dan rincian pemeriksaan yang dilakukan.
(rea/rir)

