Jakarta, Pahami.id —
Perdana Menteri Australia Anthony Albania berencana meluncurkan skema pembelian kembali (pengembalian dana) senjata warga usai penembakan di Pantai Bondi, Sydney, pekan lalu.
Albanese mengatakan rencana tersebut merupakan pembelian senjata terbesar di Australia sejak penembakan massal di Port Arthur pada tahun 1996.
“Sekarang, terdapat lebih banyak senjata di Australia dibandingkan saat insiden Port Arthur. Kami tidak bisa membiarkan hal ini terus berlanjut,” kata Albanese pada Jumat (19/12), dikutip Al Jazeera.
Lebih lanjut, Albanese mengatakan saat ini lebih dari empat juta senjata berada di Australia.
PM juga mengatakan pihak berwenang akan membeli kelebihan senjata dari pemiliknya, senjata baru yang dilarang, dan senjata ilegal.
“Warga yang bukan warga negara tidak boleh memiliki senjata api. Dan seseorang di pinggiran kota Sydney tidak boleh memiliki enam senjata api. Peristiwa mengerikan di Bondi menunjukkan bahwa kita perlu menghilangkan lebih banyak senjata dari jalan-jalan kita,” katanya.
Albanese kemudian merinci skemanya. Kemudian, otoritas negara akan mengumpulkan senjata tersebut dan memproses pembayaran untuk pengembaliannya.
Polisi Australia selanjutnya akan bertugas menghancurkan senjata yang telah dikumpulkan.
“Kami menduga ratusan ribu senjata akan dikumpulkan dan dimusnahkan berdasarkan skema ini,” kata PM Australia.
Pekan lalu, penembakan brutal lainnya mengguncang Australia, khususnya di Sydney. Akibat kejadian ini, 15 orang meninggal dunia.
Peristiwa tersebut mengingatkan kita pada tragedi penembakan di Port Arthur. Tasmania, pada tahun 1996. Akibat kejadian tersebut, 35 orang meninggal dunia.
Beberapa minggu setelah penembakan, Australia melarang senapan dan shotgun otomatis dan semi-otomatis, memperkenalkan program pembelian kembali senjata secara nasional, dan menerapkan masa tunggu selama 28 hari untuk pembelian senjata.
(isa/bac)

