Site icon Pahami

Berita Asal-usul PKL Malioboro Kukuh Jualan di Trotoar


Yogyakarta, Pahami.id

Kericuhan antar PKL (PKL) bersama petugas keamanan di kompleks Teras Malioboro 2, Kota Yogyakarta, Sabtu (13/7) sore, diduga kecewa karena tidak diajak berkonsultasi dalam rencana tersebut. relokasi Pusat PKL Malioboro pada tahun 2025.

Ketua Paguyuban Pedagang Koperasi Tri Dharma Arif Usman mengatakan, para PKL kecewa karena tidak pernah dilibatkan dalam wacana transfer kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemkot Yogyakarta.

“Diterima secara umum [relokasi] selama mereka terlibat, berpartisipasilah. “Yang kedua, kita bukan hanya sekedar yang perlu dipindahkan, kita harus tahu migrasi kita ke depan seperti apa,” kata Arif di Teras Malioboro 2, Selasa (13/7) sore.


“Kami tidak mau direlokasi hanya untuk kepentingan relokasi, tapi kesejahteraan kami diabaikan. Tuntutan kami adalah pemukiman kembali yang sejahtera dimana kami terlibat, di mana kami tahu bagaimana ke depannya,” lanjutnya.

Kekesalan tersebut berujung pada aksi sejumlah pedagang kaki lima yang kemudian memutuskan berjualan di trotoar atau kawasan pejalan kaki Malioboro sejak Jumat malam (12/7) lalu dan berlanjut hingga Sabtu malam sebelum kericuhan usai.

Tempat pedagang tersebut berada tak jauh dari Teras Malioboro 2 yang merupakan salah satu sentra PKL di kawasan Malioboro.

Kerusuhan terjadi karena pedagang kaki lima di Teras Malioboro 2 yang ingin berjualan di kawasan pejalan kaki dihadang petugas keamanan di kawasan Malioboro. Petugas menutup kedua pintu gerbang Malioboro Core 2 sehingga pedagang terjebak di dalam dan saling dorong pun tak terhindarkan.

“Sebelumnya aparat keamanan memblokir atau menutup pintu gerbang depan sehingga pedagang tidak bisa keluar sehingga menimbulkan dorongan dan sedikit kepanasan,” kata Arif.

Keributan lain terjadi ketika barang-barang PKL yang tergantung di pagar dibawa kabur oleh sejumlah petugas keamanan berseragam hitam.

Staf Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Muhammad Rakha Ramadan menambahkan, kekecewaan para pedagang tersebut tak lepas dari hasil pertemuan yang melibatkan perwakilan Pemkab DIY, DPRD DIY dan PKL, Jumat (5/7).

Saat itu, pihaknya sepakat menunda waktu satu minggu untuk menggelar diskusi bilateral yang melibatkan para pedagang.

Namun hingga seminggu kemudian dari DPRD DIY atau pemerintah belum ada jawaban yang berarti, kata Rakha saat ditemui di Teras Malioboro 2.

“Komitmen yang disepakati di ruang audiensi tanggal 5 Juli itu bisa dikatakan tidak dipenuhi oleh Pemerintah DIY maupun DPRD DIY, jadi ini (berusaha di trotoar) adalah bentuk kekecewaan, ungkapan rekan-rekan pedagang yang memperjuangkannya. nasib mereka. ,” dia melanjutkan.

Kekecewaan terhadap pemerintah semakin memuncak, karena sebelumnya, menurut Rhaka, para pedagang hanya mengetahui kebijakan transfer ini melalui media sosial. Klaimnya, pedagang kaki lima tidak pernah dilibatkan dalam tahap diskusi.

Padahal, lanjut Rakha, pedaganglah yang paling terdampak dengan kebijakan tersebut. Pemerintah diperkirakan belum memikirkan kebijakan transfer pertama pada Februari 2022 yang disebut merugikan pedagang kaki lima dari segi pendapatan.

Apalagi, pada sidang 5 Juli lalu, perwakilan Pemerintah Kota Yogyakarta juga tidak hadir.

LBH menilai pemerintah gagal dalam penanganan konflik karena kini melakukan tindakan opresif, menghalangi pedagang kaki lima alih-alih mencari solusi bagi pedagang yang menyuarakan aspirasinya.

“Yang kami dengar soal pemindahan ini, informasinya setelah aksi di Paniradya (Kaistimewaan), akan ada pemindahan di Beskalan, di Ketandan pada tahun 2025. Kami masih membayangkan model apa, (kios) ukurannya berapa, karena kami sedang mempelajari ( relokasi) di aula “Ke TM 2, pendapatan turun drastis, dan infrastruktur kurang memadai,” tegasnya.

Dugaan pelanggaran

Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Ekwanto mengatakan, tindakan pedagang kaki lima yang kembali berjualan di trotoar kawasan Malioboro merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. pos. – kebijakan transfer.

Kata dia, sudah ada kesepakatan bahwa jalan setapak Malioboro tidak bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi apapun.

Hal ini diatur dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pencabutan Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2010 tentang Penataan PKL di Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani.

“Setelah [perwal Nomor 37/2010] dibatalkan, artinya tidak diperbolehkan [berdagang di trotoar]. Tidak ada yang boleh, itu perlu dipahami, kata Ekwanto.

Kabarnya, keributan terjadi di kawasan Teras Malioboro 2, Kota Yogyakarta, Sabtu (13/7) sore. Peristiwa ini melibatkan pedagang kaki lima dan beberapa petugas keamanan kawasan Malioboro.

Polisi mengatakan kedua belah pihak mengaku ada yang dipukuli. Namun hingga tadi malam belum ada laporan polisi.

(kum/arh)


Exit mobile version