Jakarta, Pahami.id —
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty menyarankan kepada pemerintah agar beberapa barang mewah yang diproduksi dalam negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (TONG) sebesar 12 persen.
“Produk dalam negeri harus ada spesifikasinya, bukan 12 persen, tapi 10 persen. Itu yang membedakan produk impor dan dalam negeri,” ujarnya saat sesi kunjungan kerja ke UMKM wine di Denpasar, Bali, Sabtu (12/7/2018). ).
Ia mencontohkan, jika wine dianggap sebagai barang mewah, maka hal tersebut patut diperhitungkan pada produk yang dihasilkan oleh industri kecil menengah (UKM) lokal.
“Kita mau tahu barang mewahnya apa? Kita khawatir rata-rata 12 persen, tapi presiden sudah mengeluarkan pernyataan bahwa itu hanya berlaku untuk barang mewah,” imbuhnya.
Anggota Komisi VII DPR lainnya saat kunjungan kerja, Erna Sari Dewi mengatakan, PPN sebesar 12 persen hanya diberikan pada barang kategori merah, sedangkan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat harus bebas PPN.
Karena aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), maka PPN sebesar 12 persen harus tetap dilaksanakan sesuai rencana mulai 1 Januari 2025.
“PPN hanya dikenakan pada barang mewah. Lalu selain barang mewah tidak dikenakan pungutan, masih 11 persen. Saya kira ini kebijakan yang luar biasa sesuai amanat undang-undang, tetap harus kita laksanakan.” Erna.
Terkait klasifikasi barang mewah yang dapat dikenai PPN 12 persen, dia berharap pemerintah segera merampungkan aturan hasil undang-undang tersebut.
|
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan kebijakan penerapan PPN 12 persen yang berlaku mulai tahun 2025 akan dilaksanakan sesuai undang-undang, namun selektif.
Kepala Negara menyatakan kenaikan PPN hanya berlaku pada barang mewah, sedangkan perlindungan masyarakat tetap menjadi prioritas pemerintah.
“Kami sudah diberi penjelasan, PPN itu undang-undang, ya akan kami terapkan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo, Jumat lalu.
(Antara/anak-anak)