Jakarta, Pahami.id –
Anggota Komisi III DPRRudiianto Lallo menilai masyarakat membutuhkan bukti nyata dalam upaya pemberantasan korupsi.
Menurut Lallo, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengembalikan uang rampasan kasus korupsi senilai Rp883 miliar ke PT Taspen merupakan langkah yang tepat. Dia berharap langkah ini bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah tersebut.
“Masyarakat membutuhkan bukti nyata. Ketika KPK menunjukkan uang sitaan tersebut secara terbuka, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum akan meningkat,” kata Lallo dalam keterangannya, Jumat (21/11).
Politisi Partai NASDEM juga menolak cara yang sama untuk dijadikan standar penyelesaian kasus korupsi. Ia memuji cara ini sebagai komunikasi publik yang efektif. Karena dengan begitu, masyarakat mengetahui bahwa proses pengembalian aset benar-benar berjalan.
“Ini merupakan langkah penting dan harus menjadi standar dalam menyelesaikan setiap kasus korupsi,” ujarnya.
Lallo menambahkan, pihaknya akan terus mendukung KPK dalam memperkuat pemulihan aset koruptor dan memastikan dana negara kembali pada tempatnya.
“Pengembalian aset merupakan bagian penting dalam pemberantasan korupsi. Kami berharap KPK terus memperkuat fungsi tersebut agar kasus korupsi tidak hanya berhenti di penuntutan, tetapi juga memulihkan kerugian negara,” ujarnya.
KPK menyerahkan harta sitaan negara senilai Rp883.038.394.268 kepada PT Taspen (Persero) sebagai upaya pengembalian kerugian uang negara pada Kamis (20/11).
Dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/11), KPK menunjukkan uang sebesar Rp300 miliar dari total Rp883 miliar.
Harta sitaan yang diserahkan adalah unit penyertaan reksa dana Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 (I-Next G2), instrumen investasi berupa kepemilikan unit reksa dana yang sebelumnya dibeli dengan menggunakan dana yang terlibat kasus korupsi dan kemudian disita oleh KPK sebagai pengambilalihan negara.
Pengajuan ini dilakukan atas nama Direktur Utama PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto yang divonis 9 tahun penjara berupa hukuman badan dan denda sebesar RP. 500 juta subsider 6 bulan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
(Kamis/Senin)

