Site icon Pahami

Berita Alasan Hamas Tolak Hasil Perundingan Gencatan Senjata Gaza


Jakarta, Pahami.id

Hamas mengeluarkan pernyataan resminya setelah menolak hasil perundingan gencatan senjata Gaza yang digelar di Qatar pada Jumat (16/8) pekan lalu.

Hamas menyalahkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena menciptakan “hambatan baru” dalam perundingan tersebut.


Dalam pernyataannya, Hamas menuduh Netanyahu sengaja menetapkan syarat dan tuntutan baru, untuk menggagalkan negosiasi dan memperpanjang perang di Gaza.

Salah satu tuntutan yang ditolak Hamas adalah desakan Netanyahu agar pasukan pertahanan Israel ditempatkan di Koridor Philadelphi, yang membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.

Netanyahu mengklaim pengerahan pasukan IDF di Koridor Philadelphi bertujuan untuk mencegah Hamas menyelundupkan senjata ke Gaza dan membangun kembali kemampuan militernya.

Tuntutan tersebut sebelumnya tidak disebutkan dalam perjanjian 27 Mei yang menjadi dasar pembicaraan lebih lanjut dan ditolak oleh Hamas.

Sementara itu, dalam tuntutan Hamas terkait perundingan gencatan senjata, mereka menyerukan penarikan total seluruh pasukan Israel dari seluruh Jalur Gaza.

“Kami menganggap Netanyahu bertanggung jawab penuh atas kegagalan upaya mediasi dan menghalangi perjanjian tersebut,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan. Zaman Israel.

Hamas mengatakan pihaknya akan tetap berpegang pada proposalnya sendiri untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata, yang diajukan pada 2 Juli.

Klaim Netanyahu untuk menguasai Koridor Philadelphi sendiri memicu perdebatan sengit di tim perunding Israel yang dipimpin oleh David Barnea dari Mossad, Ronen Bar dari Shin Bet, dan Nitzan Alon dari IDF.

Tim tersebut sebelumnya memperingatkan Netanyahu bahwa desakannya terhadap kendali Israel atas koridor tersebut dapat menghancurkan perundingan. Namun Netanyahu dikatakan menolak mengalah.

Kegagalan perundingan gencatan senjata di Gaza terjadi di saat invasi dan penyerangan tentara Zionis masih berlangsung di Palestina.

Hingga saat ini, lebih dari 40 ribu warga sipil telah terbunuh, dan sebagian besar korbannya adalah kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia.

(Dna)



Exit mobile version