Jakarta, Pahami.id —
Beberapa negara mendesak warganya yang masuk Libanon segera meninggalkan negara itu.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mengimbau warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Lebanon untuk hengkang karena situasi panas di Timur Tengah.
“Khusus WNI yang berada di Lebanon, kami diimbau segera meninggalkan Lebanon,” demikian keterangan Kementerian Luar Negeri, Minggu (4/8).
Himbauan ini tidak hanya disampaikan kepada WNI di Lebanon, namun juga WNI di Iran dan Israel.
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong juga mendesak Bangsa Kanguru segera meninggalkan Lebanon.
Dalam pernyataan video di X pada Rabu (31/7), Wong mengatakan kini ada risiko nyata bahwa situasi di Timur Tengah akan “memburuk secara serius”.
Ia menekankan, sekarang adalah waktu yang tepat bagi warga Australia untuk meninggalkan Lebanon karena bandara Beirut masih beroperasi. Ia juga mengimbau mereka yang sudah berada di Australia untuk menghindari pergi ke Lebanon.
Juru bicara Urusan Luar Negeri Kanada Charlotte MacLeod juga mengimbau warga Kanada untuk meninggalkan Lebanon karena operasi penerbangan masih berlangsung.
“Warga Kanada di Lebanon harus berangkat sekarang dengan sarana komersial jika hal itu dapat dilakukan dengan aman. Mereka juga harus memastikan dokumen perjalanan mereka dan dokumen pasangan serta anak-anak mereka mutakhir dan aman,” kata MacLeod, seperti dikutip National Pos.
Pemerintah Inggris juga mengeluarkan seruan serupa kepada rakyatnya di Lebanon. Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan pihaknya bekerja sama dengan tim konsuler luar negeri untuk mempersiapkan segala skenario.
Namun, jika konflik ini meningkat, pemerintah tidak bisa menjamin bisa segera mengevakuasi semua orang. Masyarakat mungkin harus mengungsi di tempat penampungan, ujarnya, seperti dikutip Reuters.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Lebanon juga meminta warganya segera meninggalkan Lebanon sebelum situasi memburuk. Kedutaan Besar AS juga melarang warga negara AS untuk bepergian ke Lebanon dan meminta mereka yang sudah berada di Lebanon untuk mencari perlindungan jika situasi tidak dapat dikendalikan.
Prancis, Swedia, Italia, Korea Selatan, Arab Saudi, dan Yordania juga telah mendesak warganya untuk meninggalkan Lebanon selama bandara tetap beroperasi.
Imbauan ini dikeluarkan setelah konflik antara Israel dan kelompok milisi Hizbullah di Lebanon memanas.
Pekan lalu, Israel menyerang ibu kota Lebanon, Beirut, menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai puluhan lainnya. Komandan tertinggi milisi Hizbullah, Fuad Shukr, termasuk di antara korban tewas.
Israel menuduh Shukr sebagai dalang serangan di Dataran Tinggi Golan pada 27 Juli. Serangan di wilayah pendudukan Israel menewaskan 12 orang, termasuk anak-anak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk merespons “keras” terhadap Hizbullah setelah serangan di Golan. Hizbullah membantah menyerang wilayah Suriah.
Menanggapi kematian Shukr, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, bersumpah akan membalas dendam pada Negara Zionis. Dia mengatakan Israel telah melewati “garis merah” dan melancarkan perang di semua lini.
“Musuh, dan mereka yang berada di belakang musuh, akan menghadapi pembalasan yang tidak bisa dihindari,” kata Nasrallah dalam pidatonya di pemakaman Shukr.
Pada Kamis (1/8), dilaporkan sebanyak 60 roket diluncurkan dari Lebanon selatan menuju Israel utara. Lima belas dari 60 roket berhasil dicegat oleh Israel. Tidak ada laporan korban jiwa setelah serangan roket tersebut.
Israel pun membalasnya dengan menyerang beberapa sasaran di Lebanon selatan.
Para pengamat memperkirakan serangan serupa akan lebih sering dilancarkan Hizbullah setelah kematian Fuad Shukr.
Sejalan dengan situasi panas di Lebanon, antrian di bandara Beirut semakin padat pada Minggu (4/8). Banyak orang asing yang ingin meninggalkan Lebanon namun harus tertunda akibat pembatalan penerbangan dari beberapa maskapai.
(blq/dna)