Site icon Pahami

Berita 910 Orang Tewas dalam 11 Hari Pemberontakan di Suriah


Jakarta, Pahami.id

Lebih dari 900 orang, termasuk 138 warga sipil, tewas sejak pemberontakan tersebut Suriah melancarkan serangan besar sekitar 11 hari yang lalu. Pemberontakan tersebut mengakibatkan tergulingnya Presiden Bashar al-Assad pada Minggu (12/8).

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, seperti dilansir AFP pada Minggu (12/8), mengatakan bahwa “tercatat sejak dilancarkannya operasi (pemberontak) pada 27 November, 910 orang telah terbunuh.”


Mereka kemudian merinci jumlah korban termasuk 138 warga sipil, 380 tentara Suriah dan pejuang sekutu, serta 392 pemberontak.

Aliansi pemberontak menggulingkan Assad dalam serangan besar-besaran yang berpuncak pada perebutan ibu kota Damaskus dan Bashar Al Assad melarikan diri dari Suriah.

Sekutu utama Assad, Rusia, pada awalnya mengatakan dia telah mengundurkan diri sebagai presiden dan meninggalkan negara tersebut, tanpa mengatakan ke mana dia akan pergi.

Namun, media Rusia kemudian mengungkapkan bahwa Assad dan keluarganya telah tiba di Moskow.

[Gambas:Video CNN]

Rezim Bashar Al Assad di Suriah dipastikan tumbang pada Minggu (12/8) setelah pasukan militer rezimnya kehilangan kendali atas kota Damaskus yang diserang pasukan oposisi bersenjata sejak Sabtu (12/7).

Pertempuran di Damaskus merupakan episode terbaru perang saudara Suriah yang telah berlangsung sejak tahun 2011.

Peningkatan pertempuran antara pasukan rezim dan kelompok oposisi meletus pada tanggal 27 November dari pedesaan sebelah barat Aleppo di Suriah utara.

Pergerakan cepat kelompok oposisi mengejutkan tentara Suriah, dan rezim Al-Assad kehilangan kendali atas wilayah demi wilayah di negara itu, dimulai dengan Idlib, Aleppo pada 30 November, dan Hama pada 5 Desember.

Sementara itu, Amnesty International menuntut agar pelaku pelanggaran HAM di Suriah diadili setelah Bashar al-Assad lengser dari kekuasaan pada Minggu (8/12).

Ketua Amnesty International Agnes Callamard menyampaikan seruan tersebut, dan menyebut situasi saat ini di Suriah sebagai “peluang bersejarah” untuk mengakhiri pelanggaran yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

“Terduga pelaku kejahatan berdasarkan hukum internasional dan pelanggaran hak asasi manusia berat lainnya harus diselidiki, dan jika perlu, dituntut atas kejahatan mereka,” kata Agnes Callamard, seperti dilansir AFP.

Dia menambahkan bahwa semua penuntutan harus dilakukan dalam “pengadilan yang adil dan tanpa kemungkinan hukuman mati.”

“Langkah yang paling penting adalah keadilan, dan bukan balas dendam,” tambah Callamard, sambil mendesak “kekuatan oposisi untuk melepaskan diri dari kekerasan di masa lalu.”

(AFP/Kris)



Exit mobile version