Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Dengan wakil gubernur ERWAN SETIAWAN telah melewati 100 hari pertama kepemimpinan sejak pelantikannya pada 20 Februari 2025.
Dalam 100 hari kepemimpinan, Dedi meluncurkan serangkaian kebijakan yang memicu kontroversi. Dia juga menerima julukan “gubernur konten” karena gaya komunikasinya dekat dengan media sosial.
Setelah Cnnindonesia.com Meringkas beberapa kebijakan Dedi Mulyadi 100 hari yang memimpin Jawa Barat.
Kontrol puncak dan tepi sungai Bekasi
Salah satu keberhasilan awal Dedi Mulyadi adalah pembongkaran wilayah rekreasi kembang sepatu Hibisc di puncak, Bogor, Jawa Barat. Situs rekreasi dikelola oleh Pt Jaswita, salah satu Perusahaan Regional Java Barat (BUMD).
Dedi mengklaim menemukan ketidakmampuan antara izin yang diusulkan dan luas lahan yang digunakan.
Pt Jaswita awalnya mengajukan izin untuk pembangunan tanah seluas 4.800 meter persegi. Namun, perusahaan benar -benar berkembang hingga 15.000 meter persegi.
Selain itu, Dedi juga mendominasi bangunan liar di sepanjang tepi Sungai Gabus, Kampung Srijaya, Distrik Tambun Utara, Bekasi. Bersama dengan Bupati Bupati Ade Kuswara Kaswara, langkah ini disebut sebagai bagian dari program normalisasi untuk mengatasi banjir.
“Diperkirakan ada sekitar seratus bangunan yang kami pesan untuk membuat proses normalisasi berjalan lancar,” kata Bupati Ade yang dikutip dari Java Discominfo West.
Sementara itu, Sekretaris Kabupaten Dedi Supriadi menekankan bahwa pemerintah distrik Bekasi telah sepenuhnya mendukung langkah tersebut oleh Gubernur Jawa Barat dalam mengorganisir lingkungan sebagai bentuk mitigasi bencana banjir.
Selain mengendalikan bangunan, langkah selanjutnya yang harus diambil adalah normalisasi dan pelebaran sungai dan sungai di distrik tersebut untuk meningkatkan kapasitas air.
Dalam kendali, Dedi Mulyadi menemukan beberapa sungai di Jawa Barat dengan dokumen dalam bentuk kepemilikan (SHM) seperti di Sungai Bekasi ke Sungai Cikeas.
Keberadaan surat kepemilikan sungai dikatakan memblokir normalisasi normalisasi sungai.
“Ini jika saya bertekad untuk menjadi kontribusi 500 miliar, itu tidak selalu karena proyek sudah ada tetapi tidak berhasil,” Dedi, dikutip dari akun Instagram -nya @dedimulyadi71 pada hari Selasa (11/3).
“Karena sungai mengalir di sepanjang Sungai Bekasi dan Sungai Cikeas dan tanah tanah telah dikonfirmasi karena harus diselesaikan,” katanya.
Dedi juga menyatakan bahwa surat kepemilikan juga dimiliki oleh beberapa individu dan perusahaan di daerah Babelan Babelan.
Namun, Demul meminta lembaga dan lembaga yang relevan untuk melanjutkan normalisasi sungai tanpa memperhatikan pemilik Sungai SHM.
Sementara itu, di YouTube mengunggah video Dedi Mulyadi menunjukkan efek lain dari kebijakan ini. Seorang siswa sekolah menengah Aura Cinta mengklaim telah kehilangan rumahnya setelah dikeluarkan karena kendali.
Menurut Dedi, DPR berdiri di atas aset yang dimiliki pemerintah, sehingga pengusiran dilakukan tanpa diskusi panjang.
Program Barak Militer
Salah satu kebijakan terpenting dari masyarakat datang ketika Dedi mengirim siswa dengan masalah dengan bar militer TNI/Polri untuk berpartisipasi dalam program disiplin.
Ini didasarkan pada orang tua dan guru yang tidak lagi dapat berurusan dengan anak -anak dan siswa, sehingga mereka membutuhkan bimbingan di bawah disiplin TNI/Polri dengan izin orang tua.
“Banyak orang tua tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi anak -anak mereka hari ini. Banyak guru tidak memiliki kemampuan untuk berurusan dengan siswa mereka,” kata Dedi di kompleks parlemen pada hari Selasa (29/4).
Menurut Dedi, program ini bukan pelatihan militer, tetapi untuk menumbuhkan gaya hidup sehat sehingga siswa tidak terlibat dalam perilaku menyimpang seperti melewatkan sekolah, merokok, makan alkohol.
Kebijakan ini telah menerima tanggapan positif dari beberapa orang. Hasil indikator politik Indonesia mencatat 92 persen responden di Jawa Barat mendukung program tersebut.
“Sangat menarik sekarang bahwa jika seseorang dikirim ke bar militer, 89 persen tahu dan 92 persen juga setuju,” kata direktur penelitian indikator Muhammad Adam Kamil (28/5).
Namun, kritik tajam berasal dari lembaga hak asasi manusia dan perlindungan anak -anak. Imparial menilai bahwa program ini berbahaya karena melibatkan lembaga militer dalam urusan sipil.
“Budaya kekerasan dalam tubuh TNI jelas menunjukkan bahwa kebijakan yang akan diambil Dedi Mulyadi tidak hanya salah tetapi juga berbahaya,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra.
Ham dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga sangat ditolak. Wakil KPAI Jastra Putra mendesak program untuk sementara waktu dihentikan untuk evaluasi, terutama dalam kaitannya dengan hak -hak anak.
“Hasil pengawasan kami adalah yang pertama dihentikan sementara sampai evaluasi dilakukan terutama dalam kaitannya dengan peraturan, karena dalam surat edaran gubernur, gubernur memiliki potensi untuk melanggar hak -hak anak, terutama pelabelan dan tidak diskriminatif,” kata Jasra di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (5/26).
Namun, kebijakan ini berlanjut. Faktanya, total 273 siswa dikirim pulang setelah menjalani pendidikan Panca Waluya Gapura di negara Rindam III Silliangi selama 18 hari.
Vasektomi sebagai kondisi bantuan sosial
Dedi juga memicu perdebatan tentang pernyataannya terkait dengan vasektomi sebagai kondisi bantuan sosial (bantuan sosial).
“Jangan beban reproduksi hanya wanita. Wanita tidak menanggung beban reproduksi, sabab nu beukian mah salakina,” kata Dedi, Senin (28/4) yang dikutip dari antara keduanya.
Pernyataan ini dikritik oleh Menteri Koordinasi Pembangunan Manusia dan Budaya Muhaimin Iskandar (CAK IMIN) yang menekankan bahwa tidak ada aturan tentang vasektomi sebagai kondisi bantuan sosial.
“Tidak ada, tidak ada syarat,” kata Cak Imin, Sabtu (3/5).
Menanggapi polemik ini, Dedi menjelaskan bahwa tidak ada kebijakan vasektomi wajib. Dia menekankan pentingnya program keluarga berencana untuk penerima manfaat dari banyak anak, dengan pilihan metode kontrasepsi yang tidak terbatas pada vasektomi.
“Tidak ada kebijakan vasektomi, tidak masalah, tidak ada yang bisa melihat media sosial saya,” kata Dedi di kantor Kementerian Hak Asasi Manusia, Jakarta, Kamis (8/5).
“Penerima manfaat dari anak -anak berlimpah, diharapkan memiliki rencana keluarga, dan memiliki rencana keluarga, jika mereka dapat melakukan pria, dan bukan hanya vasektomi, ada yang lain, ada keamanan,” katanya.
Lanjutkan ke halaman berikutnya …