Pahami.id – Kasus dugaan korupsi dana hibah DPRD Jatim berlanjut di Pengadilan Tipikor Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/9/2023).
Agenda sidang kali ini adalah dakwaan terhadap terdakwa Sahat Tua P Simanjuntak.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut terdakwa Sahat divonis 12 tahun penjara. Tak hanya itu, jaksa juga menuntut agar hak politik Sahat dicabut selama lima tahun setelah menjalani hukuman.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa 12 tahun penjara tanpa masa penahanan selama persidangan,” kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Arif Suharmanto, dikutip dari Antara.
Terdakwa wajib membayar ganti rugi sebesar total Rp 39,5 miliar dalam waktu satu bulan.
“Jika Anda tidak mampu membayar kompensasi, properti Anda akan disita oleh pemerintah negara bagian dan dilelang untuk menutupi kompensasi tersebut. Jika Anda tidak mampu membayar, Anda akan dijatuhi hukuman enam tahun penjara,” katanya.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum dijerat Pasal 12 dan Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Jaksa juga mempertimbangkan beberapa hal sebelum membatalkan tuntutan terhadap Sahat. Salah satunya memberatkan, yakni tidak mendukung pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus ditanggungnya, ujarnya.
Jaksa juga menyatakan terdakwa terbukti menerima uang sebesar Rp 39,5 miliar melalui Rusdi.
Sebelumnya, Sahat yang saat itu menjabat Wakil Ketua DPRD Jatim ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Desember 2022. Ia bersama anak buahnya Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum) menerima suap dari Abdul Hamid dan Ilham. Wahyudi alias Eeng.
Suap ini sebagai imbalan untuk memfasilitasi penyaluran dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas).