Pahami.id – Efisiensi yang diwujudkan dari transformasi digital menjadi salah satu kunci bagi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk untuk membukukan laba sebesar Rp51,4 triliun pada tahun 2022. Angka tersebut meningkat 67,15% secara tahunan sebagai rasio beban usaha terhadap pendapatan usaha ( BOPO) menurun.
Pengamat perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto menilai penurunan rasio BOPO perseroan tak lepas dari transformasi digital yang dilakukan perseroan.
“Digital bisa menghemat banyak. Setidaknya dari penggunaan kertas dan belum mempercepat proses bisnis dan akuisisi pelanggan,” ujarnya, Rabu (8/2/2023).
Doddy menjelaskan transformasi digital akan menekan biaya operasional bank. Dengan demikian, rasio BOPO bank yang telah menerapkan teknologi di banyak sendi bisnis juga akan menurun.
Selain itu, efek digitalisasi juga akan terlihat pada struktur dana bank. Kanal digital biasanya akan meningkatkan dana murah atau current account saving account (CASA) guna menekan cost of fund (CoF).
Lanjutnya, peluang BRI untuk menekan beban operasional melalui digitalisasi masih terbuka lebar. Hal ini karena penerapan teknologi di industri perbankan masih dalam tahap awal dan menengah.
Senada dengan itu, Senior Fakultas Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin mengatakan, faktor yang menyebabkan efisiensi perbankan dalam beberapa tahun terakhir tidak lepas dari digitalisasi. Ia pun sepakat, ke depan digitalisasi akan semakin meningkatkan efisiensi perbankan.
“Secara umum, hampir semua transaksi dilakukan secara digital. Banyak kemudahan dan fitur untuk transaksi tatap muka, seperti halnya BRI,” ujarnya.
Amin mengatakan tahun ini strategi efisiensi bank akan memberikan keuntungan yang berbeda. Kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan akan memaksa perbankan melakukan penyesuaian suku bunga.
Fee Based Income Kontribusi Pencapaian Laba BRI
Ia menjelaskan, digitalisasi juga akan memberikan diversifikasi pendapatan melalui pendapatan berbasis komisi atau fee based income (FBI). Amin melihat BRI sebagai salah satu bank yang menjadikan FBI sebagai kontributor utama dalam meningkatkan keuntungan.
FBI, lanjut Amin, akan membuat bank tidak hanya bergantung pada pendapatan bunga bersih. “Fee based income ini merupakan hasil digitalisasi. Suatu hari kontribusinya terhadap pendapatan akan melebihi 40%,” jelasnya.
Dalam konferensi pers presentasi kinerja, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan kontribusi FBI terhadap perusahaan saat ini sebesar 11,37%. “Jadi ini sudah double digit, 11,37% dari total pendapatan kita disumbangkan oleh fee based income, bukan bunga,” ujarnya.
Selain FBI, pencapaian laba BRI sepanjang tahun 2022 juga tidak terlepas dari strategi efisiensi. Sunarso melanjutkan, efisiensi juga dihasilkan dari perbaikan struktur pembiayaan. Rasio CASA BRI turun 360 basis poin (bps) menjadi 66,7%, berdampak pada CoF yang juga turun menjadi 1,87%.
Jika dirinci, CASA memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan DPK perusahaan. Selama tahun 2022, giro meningkat 58,6% yoy dan tabungan meningkat 5,0% yoy. Pada akhirnya, semua pencapaian tersebut membuat laba bank tumbuh, meski NIM menurun.
BRI mencatatkan rasio NIM turun sebesar 9 basis poin menjadi 6,8% per Desember 2022. Adapun keberhasilan digitalisasi BRI salah satunya, BRI menyatakan mobile banking BRImo telah digunakan oleh 23,85 juta pengguna, meningkat 68,48% yoy.
Pada periode yang sama, nilai transaksi meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp 2.669 triliun dengan volume 1,83 miliar transaksi. Transformasi digital BRI juga terlihat dari kinerja Agen BRILink yang kini telah menjangkau lebih dari 77% desa di Indonesia. Nilai transaksi agen penjual pintar ini mencapai Rp 1.297 triliun dengan total transaksi 1,08 miliar.